Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Kamis, 17 Juni 2010

SHIPMENT TRANSFORMATION

Sistem transportasi barang ekspor-impor menggunakan peti kemas (container) mulai dikenal di Indonesia pada awal tahun tujuhpuluhan di mana pada saat itu sistem pelayaran peti kemas masih belum beroperasi di Indonesia. Barang impor Indonesia yang dikapalkan ke Indonesia dalam peti kemas di bongkar di pelabuhan Singapura dan dari sana dilanjutkan ke Tanjung Priok menggunakan kapal pengumpan (feeder ship).
Bersamaan dengan itu juga mulai meruak kegiatan usaha freight forwarding, ditandai dengan kedatangan satu dua orang bule (pelaku freight forwarding) ke Jakarta, menyewa ruang satu pada bank devisa dan merekrut satu dua orang Indonesia sebagai asisten.
Sebelum kedatangan orang bule pelaku bisnis freight forwarding itu, kegiatan pengapalan barang ekspor impor di Indonesia dilayani oleh perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) dan juga ekspedisi muatan kapal udara (EMKU) yang hanya mengurusi formalitas pengiriman barang, terutama formalitas pengurusan dokumen-dokumen kepabeanan sedang teknis pengiriman barang dikerjakan senditi oleh eksportir/importir atau oleh agen lain. Perkembangan usaha freight forwarding berjalan cukup cepat dan saat ini banyak perusahaan forwarding sudah berkembang menjadi usaha logistik.
Yang perlu diutarakan adalah bahwa perusahaan freight forwarding menawarkan sekitar duapuluh jenis kegiatan pengurusan ekspor, mulai dari mengurus ijin ekspor kalau barang yang diekspor memerlukan ijin tertentu, mengepak barang dan men-stuff-nya ke dalam peti kemas dan seterusnya sampai barang yang diekspor itu diterima importirnya yang berlokasi jauh di pedalaman negara pengimpor.
Jasa-jasa forwarding apa yang diperlukan oleh eksportir tergantung permintaan eksportir (dan importir) karena banyak eksportir/importir yang merasa tidak perlu mengerjakan formalitas pengiriman barang apapun, kegiatan itu dipercayakan semua kepada perusahaan lain, di samping ada yang justru mengerjakan sendiri semua kegiatan itu.
Dalam prosedur pengapalan muatan peti kemas eksportir diberi keleluasaan melaksanakan pengapalan barang kurang dari satu peti kemas (less than container load, LCL) sementara eksportir lainnya mengapalkan barang ekspor satu peti kemas penuh (full container load, FCL) atau lebih sekali pengapalan.
Eksportir yang mengapalkan barang satu peti kemas (atau lebih) dapat memperoleh manfaat lebih banyak, termasuk biaya pengangkutan (reight) yang lebih murah karena ditetapkan berdasarkan box rate (tarip angkutan per satu peti kemas) yang besarnya kira-kira 65% dari jumlah yang harus dibayar untuk kwantitas barang yang sama jika semua dan masing-masing barang yang berjumlah sedikit itu dikapalkan sebagai brekbulk goods yang masing-masing dikenakan tarip individual per ton atau M3 (40 cubic feet).
Di sisi lain eksportir yang mengapalkan barang kurang dari satu peti kemas setiap kali pengapalan dapat menyerahkan barang ekspornya yang dalam kondisi breakbulk kepada agen perusahaan pelayaran yang mengoperasikan Port CFS. Container Freight Station (CFS) adalah gudang yang digunakan untuk melakukan konsolidasi barang ekspor breakbulk, yaitu barang yang dikemas dalam kemasan ekspor tradisional seperti peti/krat, karton dan lain-lain. Konsolidasi adalah penggabungan barang-baran breakbulk ke dalam satu peti kemas agar bisa dimuat ke kapal karena dalam sistem angkutan peti kemas minimum pengapalan adalah satu peti kemas.
Pengapalan kurang dari satu peti kemas dapat dilayani dengan ketentuan barang-barang digabungkan (di-konolidasi-kan) dengan barang-barang lain yang dikapalkan ke pelabuhan yang sama, ke dalam peti kemas yang akan diangkut ke pelabuhan itu. Tentu penggabungan itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu terutama bahwa barang-barang itu tidak saling merusak.
Pengapalan barang breakbulk melalui Port CFS kurang disukai oleh kebanyakan exportir karena prosesnya lama; mereka lebih menyukai prosedur lain, yaitu pengapalan melalui Private CFS yang berlokasi di luar pelabuhan.
Freight forwarder yang mengoperasikan Private CFS dan menerima penyerahan breakbulk goods dari banyak eksportir yang mengapalkan barang ke satu pelabuhan tujuan yang sama, melakukan praktek shipment transformation (pengubahan pengapalan) yaitu sekian banyak breakbulk shipments yang diterima dari eksportir-eksportir dan sudah dikonsolidasika ke dalam sekian box peti kemas FCL, dikapalkan sebagai satu shipment FCL. Tidak dikapalkan sebagai sekian banyak shipment LCL seperti praktek yang dijalankan pada pengapalan breakbulk melalui Port CFS.
Praktek pengubahan pengapalan ini pada awalnya tidak disukai oleh ocean carrier, perusahaan pelayaran internasional yang benar-benar melaksanakan pengangkutan muatan peti kemas, karena hal-hal sebagai berikut:
a. Mencari dan mendapatkan muatan peti kemas FCL merupakan “hak prerogatife” reder, perusahaan pelayaran internasional, ocean carrier;
b. Freight forwarder penyelenggara Private CFS menerima barang breakbulk dari eksportir-eksportir dan memungut biaya angkutan berdasarkan tarip individual per tonne/40 cubic feet teapi setelah dikonosolidasikan ke dalam peti kemas dikapalkan sebagai FCL shipment dengan biaya berdasarkan box rate yang lebih murah untuk keuntungan freight forwarder.
Para freight forwarders menyanggah keberatan ocean carriers itu dengan mengajukan argumentasi sebagai berikut:
1. Tindakan konsolidasi barang breakbulk ke dalam peti kemas membantu eksportir mengerjakan kegiatan yang tidak menjadi keahliannya;
2. Pengenaan freight muatan breakbulk LCL yang dilakukan oleh freight forwarder tidak ada berbeda dengan yang dilakukan oleh Port CFS yang juga memnungut individual freight rate per tonne atau per M3/40 cubic feet;.
3. Pengapalan FCL cargo oleh freight forwarder tidak ada bedanya dengan yang dilakukan oleh eksportir sendiri, jadi keberatan ocean carrier atas hal itu tida ada alasannya
4. Kegiatan freight forwarder melakukan konsolidasi barang ekspor dan mengapalkannya sebagai FCL shipment membantu mempercepat despatch kapal di pelabuhan dan hal ini menguntungkan ocean carrier;
5. Tarip-tarip biaya pengangkutan ditetapkan sendiri oleh ocean carrier (tepatnya oleh Freight Conference terkait) dan freight forwarder hanya menerapkan saja peraturan tarip itu;
6. Atas sekian banyak barang ekspor konsolidasi yang dikumpulkan oleh freight forwarder, ocean carrier tidak keberatan menekan lebih lanjut biaya pengangkutan (freight) dengan menutup persetujuan slot charter yang biayanya dapat dinegosiasi di mana margin lebih besar yang diperoleh freight forwarder dapat dikembalikan kepada eksportir sebagai cash back, membebaskan eksportir dari biaya penjemputan barang dari gudang eksportir di pedalaman, biaya stuffing/cargo consolidation dan lain-lain yang berdampak pada penekanan biaya ekspor.
Tentangan ocean carrier atas kiprah freight forwarder melakukan praktek shipment transformation tidak berlangsung lama, hanya sekitar limabelas tahun sejak mulai berkembangnya sistem angkutan peti kemas. Awal dasawarsa delapan puluhan ocean carrier sudah mengakui bahwa kegiatan freight forwarder melakukan praktek shipment transformation justru membantu operasi pelayaran mereka, bukannya merugikan.
Praktek shipment transformation memang dapat mempercepat despatch kapal di pelabuhan, suatu hal yang sangat penting karena kapal yang terlalu lama berada di dalam pelabuhan akan mengurangi produktivitasnya karena produksi jasa pelayaran berlangsung saat kapal berlayar di laut dan bukannya saat berada di pelabuhan.
Kalau kapal hanya mengandalkan pengapalan muatan FCL yang dikerjakan oleh eksportir sendiri, pelayanan kapal lebih lamban (ada lanjutannya: Bagaimana forwarder menekan ocean freight).

0 komentar:

Posting Komentar