Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Senin, 07 Juni 2010

AZAS CABOTAGE

Pemerintah Republik Indonesia, melalui Instruksi Presiden no 5 tahun 2005 telah menetapkan bahwa negara maritim terbesar di dunia ini kembali menerapkan kebijakan cabotage (awas jangan salah ketik: cabotage) dalam pengelolaan kemaritiman negeri, khususnya menyangkut bidang usaha pelayaran niaga).

Sesungguhnya sejak awal kemerdekaan, Indonesia memang sudah menganut kebijakan cabotage, terbukti bahwa sekian banyak pelabuhan yang ada di Indonesia, sedikit saja yang ditetapkan sebagai pelabuhan samudera (mainport, yang bebas disinggahi kapal asing) sedangkan pelabuhan-pelabuhan lain yang jumlahnya (sangat) lebih banyak, dinyatakan sebagai pelabuhan pantai yang hanya boleh dikunjungi oleh kapal berbendera Indonesia.

Kapal berbendera negara asing yang berperasi di Indonesia, menjalankan dinas pelayaran niaga samudera, berlayar menghubungkan satu negara dengan negara lainnya.
Kapal berbendera merah putih beroperasi di antara pelabuhan-pelabuhan pantai Indonesia, dalam rangka menjalankan operasi pelayaran pantai. Wah, kapal nasional itu hanya boleh beroperasi menyusuri pantai-pantai pada begitu banyak pulau-pulau di Nusantara Indonesia? Begitu barangkali anda bertanya. Bukan, pelayaran pantai bukanlah jenis usaha pelayaran menyusur pantai melainkan pelayaran yang menghubungkan pantai sebuah pulau, dengan pantai lain dari pulau-pulau Nusantara kita, begitu sebenarnya pengertiannya yang sejati. .

Pemahaman pelayaran pantai yang sejati tersebut, setidak-tidaknya masih dianut sampai dengan awal dasawarsa tujuh-puluhan tetapi kemarinya, pemahaman mulai bergeser seolah-olah pelayaran pantai merupakan jenis usaha pelayaran menyusur pantai.

Memang pergeseran pemahaman ini seolah-olah tidak dirasakan mengganggu, karena pengertian pelayaran pantai mempunyai beberapa padanan sebutan lain yang sama, atau serupa, yaitu:
1. pelayaran antar pulau (saat ini menjadi sebutan yang paling populer);
2. pelayaran interinsuler (dari bahasa asing);
3. pelayaran domestik (tidak populer);
4. pelayaran nasional (juga tidak populer);
5. pelayaran dalam negeri (kurang populer).

Baiklah, sebutan pelabuhan pantai dieliminasi, kita terima saja, tetapi gantinya apa? Apa padanan kata bagi istilah “pelabuhan pantai” yang dapat diterima oleh insan mritim Indonesia (dulu, sejak awal kemerdekaan sampai awal tahun tujuh-puluhan).

Lihatlah, sebutan pelabuhan samudera, mainport atau pelabuhan internasional (jarang digunakan) tidak pernah mengalami distorsi. Istilah outport sebagai “lawan” mainport dari dulu sampai sekarang tetap digunakan dan tidak ada yang protes. Sebutan pelabuhan luar, sebagai padanan dari outport memang kurang populer dari dulu smpai sekarang, kecuali sejak proklamasi kemerdekaan sampai medio limapuluhan.

Di sisi lain: ada istilah pelayaran samudera yang difasilitasi oleh pelabuhan samudera (mainport), tetapi mengapa tidak boleh ada pelayaran pantai yang difasilitasi oleh pelabuhan pantai. Atau anda lebih menyukai istilah pelayaran antar-pulau yang difasilitasi oleh pelabuhan antar pulau? Kalau memang ini pilihan yang dianggap paling logis, tentu baik kalau disetujui untuk ditetapkan sebagai istilah baku.

Tetapi jangan seperti sekarang ini: ada sebutan pelabuhan samudera untuk melayani pelayaran samudera, tetapi pelabuhan yang hanya boleh disinggahi oleh kapal yang menjalankan dinas pelayanan dalam negeri, pelayaran antar pulau (pelayaran iner-insuler, pelayaran domestik) tidak ada sebutannya bagi pelabuhan yang melayani dinas pelayaran tersebut..
Kalau blogger boleh mengungkapkan saran, bagaimana kalau balik lagi ke sebutan yang lama saja yaitu pelabuhan pantai untuk melayani pelayaran pantai. Dengan pemahaman bahwa pelayaran pantai adalah jenis uaha pelayaran yang menghubungkan pantai pulau Indonesia tertentu, dengan pantai pulau Indonesia lainnya. Berarti sama dengan pelayaran antar pulau. Ah, nambah-nambahi kosa kata saja, kata anda. Ya, boleh-boleh saja anda beranggapan seperti itu. Yang penting jangan tidak ada sebutan untuk kategori pelabuhan yang hanya boleh dimanfaatkan oleh kapal nasional Indonesia, yang menjalankan dinas pelayaran antar pulau, dalam rangka kebijakan cabotage yang telah dicanangkan untuk diterapka kembali oleh negara Indonesia, sebagaimana dicanangkan oleh Inpres 5/2005.

Satu hal penting perlu diperhatikan bahwa usaha pelayaran pantai bukanlah usaha pelayaran menyusur pantai karena bidangn usaha ini tidak ada pada negara maritim manapun di dunia.
Ataukah anda tergolomg insan/pengusaha yang tidak merasa perlu adanya pembedaan antara bidang usaha pelayaran domestik yang hanya boleh dilayani oleh kapal berbendera sang merah putih, dengan usaha pelayaran internasional yang boleh dilayani oleh kapal mana saja? Wah!

0 komentar:

Posting Komentar