Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Jumat, 03 Desember 2010

UNIVERSITAS MARITIM

Indonesia perlu membangun Universitas Maritim, demikian judul berita kecil di harian Kompas, 2 Desember 2010.
Indonesia perlu membangun dan mengembangkan universitas maritim, sebagaimana dilakukan misalnya Rusia, Korea Selatan, China dan Jepang. Melalui pendidikan dalam arti luas, perlu diperkenalkan bentuk-bentuk perilaku, penghargaan dan kebiasaan-kebiasaan yang dapat menunjang upaya pengembangan budaya maritim serta pengelolaan sumber daya maritim. Demikian dikatakan dosen dan peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Supratikno Rahardjo, pada Forum Konsultasi Kebijakan Bidang Kelautan Dewan Kelautan Indonesia, Rebu (1/12) di Jakarta. “Dunia pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang potensi maritim Indonesia”, ujarnya.
Pada hari yang sama terpampang iklan setengah halaman pada harian–harian utama ibukota yang dipasang oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dengan slogan “Menuju Masyarakat Informasi Indonesia”.
Iklan yang berjudul “Momentum Kebangkitan Semangat Bahari” tersebut substansinya sangat penting bagi pembinaan usaha kemaritiman Indonesia, karena itu blogger merasa perlu mengutip selengkapnya teks iklan tersebut, yang memasang sub judul iklan: “Akhir tahun ini bangsa Indonesia akan memperingati Hari Nusantara. Pengakuan internasional atas konsep Indonesia sebagai Negara Kepulauan”.
Inilah bunyi teks lengkap iklan tersebut: “Di akhir tahun ini, tepatnya pada 13 Desember, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Nusantara (Harnus) ke-11. Puncak peringatan Harnus kali ini akan dilaksanakan di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Tiap tahun, puncak peringatan Harnus digilir di propinsi yang berbeda-beda.
Peringatan Harnus tahun ini mengambil tema “Hari Nusantara Membangkitkan Budaya Bahari” dengan sub tema “Laut adalah Warisan Nenek Moyang Kita, Wajib Dipertahankan, Dilestarikan dan Dijadikan Sumber Utama Ekonomi Bangsa”. Melalui tema ini diharapkan seluruh bangsa Indonesia Indonesia sadar sebagai bangsa pelaut. Nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut-pelaut pemberani. Buktinya, pada zaman Sriwijaya abad 6-7 Masehi, para pedagang Indonesia mampu mengarungi lautan hingga ke ujung Afrika Timur dan Madagaskar dengan hanya menggunakan kapal kayu (cadik).
Catatan blogger: nenek moyang kita orang pelaut itu, saat itu juga sudah melayarkan ke tujuan tersebut, perahu catamaran, jenis sarana angkutan laut yang orang barat sekalipun mungkin belum memikirkannya. Dua perahu layar yang sama dimensinya disandingkan, lalu pada bagian atasnya dipakukan lembaran-lembaran papan tebal. Maka jadilah kedua unit perahu itu menjadi satu perahu/kapal tipe catamaran; nenek moyang kita dahulu itu sudah memahami tentang potensi meningkatkan laju kapal melalui angin yang dipaksa masuk ke bawah kapal yang berlunas ganda itu. Dengan menyatukan dua unit perahu menjadi satu unit perahu yang mempunyai dua lunas, angin yang berhembus dari haluan dipaksa masuk ke bawah lambung kapal dan mempunyai daya dorong ke atas, maka laju perahu meningkat. Tidak mengherankan bahwa perahu layar catamaran mereka dapat menempuh laju sampai 30 knot.
Pada acara puncak peringatan Harnus tahun ini pemerintah akan memberikan berbagai penghargaan kepada masyarakat yang berjasa di bidang kelautan. Penghargaan akan diberikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Ir. Fadel Mohamad dan Menteri Perhubungan Freddy Numberi. Yang akan memperoleh pnghargaan antara lain Nelayan Teladan Tingkat Nasional, pengembang Minapolitan Industri Rumput Laut Terbaik, Petugas Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Teladan Tingkat Nasional, Penjaga Menara Suar Teladan Tingkat Nasoional dan lain-lain.

Berawal dari Deklarasi Djoeanda.

Hari Nusantara bertolak dari dicetuskannya Deklarasi Djoeanda pada 13 Desember tahun 1957. Deklarasi Djoeanda merupakan pernyataan Indonesia bahwa semua perairan Indonesia di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bagian yang tak terpisahkan dari wilayah yurisdiksi Republik Indonesia. Konsep deklarasi mendasari perjuangan Indonesia untuk menjadi rezim negara kepulauan (Archipelagic State).
Deklarasi Djoeanda sempat mendapat tentangan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Australia. Namun, berkat diplomasi yang gigih, akhirnya konsep negara kepulauan itu diakui dunia setelah disahkannya United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS, Konvensi PBB tentang Hukum Laut) pada 10 Desember 1982. Indonesia telah meratifikasi UNCLOS dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985.
Setelah diratifikasi oleh 60 negara, UNCLOS resmi berlaku pada tahun 1994. Setelah UNCLOS berlaku, maka wilayah Indonesia bertambah 3,1 km persegi. Awalnya, tanggal pencetusan Deklarasi Djoeanda dicanangkan sebagai Hari Nusantara oleh Presiden Aldurrahman Wahid dan disahkan melalui Keputusan Presiden dua tahun berikutnya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Dengan berlakunya UNCLOS, maka luas laut Indonesia mencapai 75,3% dari seluruh luas wilayah negara. Untuk mengamankan laut yang begitu luas, diperlukan kekuatan di bidang maritim. Selain itu, diperlukan juga batas laut yang pasti dan tegas sebagai “pagar” (Maritime Boundaries).
Masalahnya, Indonesia masih memiliki batas wilayah laut yang belum jelas di beberapa kawasan. Berbagai konflik dengan negara tetangga yang sempat mencuat, merupakan damp[ak dari belum tuntasnya penetapan batas wilayah laut itu, serta lemahnya pengamanan wilayah laut.
Kerugian ekonomis yang ditimbulkannya pun sangat besar. Di sektor perikanan saja kerugian akibat praktek illegal fishing diperkirakan mencapai Rp.20 trilyun per tahun. Belum lagi illegal logging, illegal mining, illegal migrant, human trafficking, penyelundupan pasir, penyelundupan BBM dan aktivitas ilegal lain yang dilakukan melalui laut. Bakan kejahatan lintas negara atau Transnational Organized Crime (TOC) kerap terjadi dengan memanfaatkan laut.
Melalui momentum Harnus, pemerintah dan rakyat Indonesia menyadari bahwa Indonesia memiliki jati diri sebagai bangsa matirim dan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Karena itu peringatan Harnus tahun ini harus menjadi motivator untuk menjadikan pembangunan kelautan sebagai mainstreaming pembangunan nasional, demikian dikatakan oleh petinggi panitia Harnus ke XI tahun 2010.
Demikianlah bunyi lengkap naskah iklan Depkominfo tersebut, yang disertai beberapa gambar. Naskah ini sengaja penulis kutip selengkapnya karena penulis, sebagai warga Indonesia pecinta maritim sudah lama mempunyai obsesi dalam penguatan potensi maritim kita, bukan hanya menyangkut bidang kelautan dan perikanan melainkan bidang-bidang lainnya yang berada di atas dan di bawah permukaan laut, termasuk yang di bawah dasar laut.
Sebagaimana dapat dikutip dari Wikipedia: “marine (ocean) is an umbrella term. As adjective it is usually applicable to things relating to the sea or ocean, such as marine biology, marine ecology and marine geology. As a noun it can be a term for certain kind of navy, or those enlisted in such a navy. In scientific contexts, the term almost always refers exclusively to salt water environments (e.g engineering) it may refer to any (usually) navigable body water.”
Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa istilah “maritime” dan “marine” sangat dan sangat berdekatan dan memang dalam praktek kehidupan sehari-hari kedua istilah itu sering dipertukarkan (the two terms are used to be used interchangeably) tanpa menimbulkan kesalah pahaman. Namun memang dapat diberikan catatan bahwa istilah “maritime” memberikan penekanan yang lebih kuat mengenai lingkungan laut tersebut dan “maritime” menunjukkan akan lengkapnya kandungan yang dimilikinya yang berada di atas permukaan air laut, di bawah permukaan dan di bawah dasar laut.
Demikian misalnya entitas bisnis sebagaimana kutipan internet tersebut di atas yang menggambarkan betapa luasnya cakupan bisnis kemaritiman yang meliputi pemabngunan sara dan prasarana transportasi laut (pembangunan dan reparasi, pemeliharaan kapal laut dan komponen kelengkapannya), industri pendukung kapal laut seperti jangkar dan rantainya, tali temali yand diameternya seukuran lengan laki-laki, industri mesin-mesin penunjang kegaiatan perkapalan dan kepelabuhanan dan masih banyak lagi.
Sumber daya maritim yang berupa geologi bawah dasar laut juga merupakan sumber daya yang mempunyai kekhususan tersendiri, tidak dapat digabungkan dengan sumber daya lain misalnya perikanan, budi daya rumput laut, terumbu karang.
Penjelasan tersebut kiranya dapat mendorong motivasi bagi pembentukan Kementerian Koordinator Maritim di mana Menko Maritim mengkoordinasi Menteri Perikanan dan Kelautan, Menteri Perhubungan dan lembaga-lembaga lain menangani sumber-sumber daya maritim yang disebut di atas.
Blogger menyarankan dengan sangat agar pembentukan (kembali Kementerian Koordinator Maritim dapat menjadi pertimbangan bagi Presiden mendatang, kalau tidak sempat diciptakan oleh pemerintahan yang sekarang. Masalah geologi bawah laut misalnya, kalau “dititipkan” kepada Menteri Kelautan dan Perikanan rasanya terlalu berat bagi pak Menteri karena begitu jauhnya cakupannya jika dibandingkan dengan cakupan Perikanan Laut. Blogger juga menyarankan, mumpung pak Domo (Laksamana purnawirawan Soedomo) masih ada, hendaknya beliau diminta pandanganannya tentang Kementerian Koordinator Maritim tersebut untuk menjadi masukan yanga sangat berharga bagi pembentukan Kemenko yang sangat vital tersebut. Bagaimanapun pak Domo saat ini merupakan satu-satunya “perpustakaan hidup” yang mengerti tentang kemaritiman, yang masih ada. Jangan sampai kita menyesal kalau nanti beliau sudah tidak ada tanpa diminta masukan.
Memang yang lain tentu juga ada tetapi dari segi pengalaman mungkin belum memadai padahal kata orang bijak, pengalaman adalah guru utama yang tidak dapat digantikan dengan apapun.
Catatan blogger: Presiden Gus Dur alm, dalam kepemimpinannya yang “hanya sejenak” sempat membentuk Dewan Maritim tetapi pada tahun 2007 berubah menjadi Dewan Kelautan. Apakah perubahan itu terjadi karena para pemimpin era perubahan Dewan Maritim menjadi Dewan Kelautan tersebut memang minim pemahamannya tentang “kemaritiman”, penulis tidak mempunyai informasi tentang itu. Tetapi bagaimanapun,menurut pengetahuan blogger, saat ini pemahaman semua insan Republik ini tentang kemaritiman sudah mulai berkembang kalau tidak boleh dikatakan meningkat. Marilah kita aplikasikan pemahaman ini menuju pembentukan Kementerian Koordinator Maritim, demi meningkatkan kinerja kita dalam bidang maritim. Amin.