Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Sabtu, 19 Juni 2010

ASURANSI MARITIM, TERMASUK G/A DAN P&I

Pertama-tama penulis mohon maaf menampilkan judul dengan singkatan; masalahnya kalau judul tersebut ditulis lengkap jadi terlalu panjang. Maka lebih baik ditulis di dalam naskah saja yaitu bahwa Asuransi Maritim (dahulu disebut Asuransi Laut) adalah jenis asuransi kerugian, bukan asuransi jiwa, serupa dengan jenis-jenis asuransi kerugian lainnya semisal asuransi kebakaran, asuransi kebongkaran gedung bangunan dan sebagainya.
Ada bedanya memang, yaitu bahwa dalam asuransi maritim jenis risiko yang dijamin oleh perusahaan asuransi (penanggung, the insurer) tidak dapat ditetapkan secara tegas dan mutlak hanya satu jenis risiko kerugian.
Pada asuransi kebakaran, misalkan sebuah rumah yang terletak di tetapi jalan raya dipertanggungkan (diasuransikan) untuk risiko kerugian karena kebakaran, maka hanya peristiwa kebakaran sajalah yang mengharuskan penanggung membayar ganti rugi.
Bagaimana kalau rumah tersebut rusak hancur karena ditubruk truck? Tidak ada penggantian kerugian karena kontraknya jelas bahwa kerugian diganti kalau rumah terbakar. Bagaimana kalau rumah tersebut terbakar setelah ditubruk truck? Tetap tidak ada penggantian karena prosedur asuransi mempunyai dua prinsip penyebab terjadinya kerugian, yaitu prinsip causa proxima dan prinsip causa remota dan dalam asuransi kebakaran rumah tersebut digunakan prinsip causa proxima.
Prinsip causa proxima (penyebab yang dekat, penyebab langsung) menetapkan bahwa ganti rugi diberikan kalau kerugian terjadi karena penyebab yang dekat bagi terjadinya kerugian (poxima artinya langsung atau dekat). Kebakaran rumah yang terjadi karena kompor meleduk, rumah tersambar petir atau meteor, pesawat terbang yang jatuh menimpa rumah yang terbakar (ketika pesawat jatuh, sudah dalam keadaan terbakar).
Sementara dalam kasus rumah ditubruk truk, di mana setelah rumah ditubruk truck baru terbakar, maka peristiwa ditubruk truk merupakan penyebab yang jauh atas terjadinya kebakaran, jadi ganti rugi tidak diberikan .
Pada umumnya dalam asuransi kerugian, pemberian ganti rugi didasarkan pada terjadinya kerugian karena penyebab yang dekat, bukan pada penyebab yang jauh.
Disadari bahwa kalau rumah ditubruk truk, kemungkinan cukup besar bahwa rumah tersebut terbakar karena ada kompor meleduk akibat tubrukan itu, atau pipa gas terputus, atau kabel listrik putus sehingga terjadi korslet yang memicu kebakaran. Tetapi apakah dalam setiap peristia rumah ditubruk truck terjadi kebakaran?
Maka sebaiknya, kalau menutup asuransi kebakaran atas bangunan, rumah, dimasukkan juga risiko rumah terbakar setelah ditubruk truck kecuali kalau risiko rumah tersebut ditubruk truck memang tidak ada.
Memang ada penambahan premi asuransi tetapi besarannya mungkin tidak berarti. Dalam asuransi kebakaran, hampir pasti risiko gempa bumi juga dimasukkan sebagai penyebab terjadinya kebakaran sebab dalam banyak peristiwa gempa, banyak rumah terbakar.
Sementara itu dalam asuransi maritim sulit menetapkan peristiwa tertentu saja sebagai pemicu terjadinya kerugian karena dalam pelayaran di laut dapat terjadi lebih dari satu peristiwa di mana peristiwa-peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan atau berturutan. Sebuah kapal yang mengalami cuaca buruk, angin kencang sehingga mendorong nakhodanya berlindung di pulau kecil yang kebetulan ada di dekat posisi kapal yang terkena badai itu, menunggu sampai badai berlalu baru kapal melanjutkan perjalanan. Apa lacur, dari balik pulau muncul perompak-perompak dan menjarah barang-barang di kapal.
Dalam persetujuan asuransi maritim pada masa lalu, disepakati tentang perils of the sea atau perils on the sea. Perils of the sea berarti: bencana laut (bencana karena laut) seperti ombak besar, badai, sedangkan perils on the sea adalah perils of the sea ditambah kerugian-kerugian karena perbuatan manusia, yang menimpa kapal dan atau muatannya. Tampak di sini bahwa rumusan perils on the sea lebih luas daripada rumusan perils of the sea.
Hukum Asuransi Maritim Indonesia yang disalin dari Kitab Undang-undagn Hukum Dagang warisan Belanda (Wetboek van Koophandel) masih didasarkan pada rumusan “perils of the sea” dan “seperti biasanya” DPR kita kurang peduli untuk membaharui pasal undang-undang kuno seperti itu. Mereka terlalu asyik mengurusi dana aspirasi daerah yang entah berdasarkan aspirasi siapa. Dalam kaitan ini anda bisa menyimak persidangan kasus Antasari Azhar saat ini di mana vonisnya antara lain menetapkan: “denda Rp.4.500.-“
Orang waras pasti bertanya apa-apaan ini, segelas wedang kopi saja tak dapat segitu. Tapi benar, Hakim tidak salah mengutip pasal undang-undang yang menetapkan hukum denda dengan tarip “sebesar” itu dan Hakim tidak boleh menginterpretasi bunyi undang-undang yang berlaku. Kalau Hakim diijinkan berinterpretasi, saya yakin dia akan “nyeletuk” tarip ini kan ditetapkan satu setengah abad yang lalu dan saat itu mata uang yang berlaku adalah Gulden Belanda berstandar emas, kalau digunakan untuk menetapkan vonis uang denda sekarang, besaran nominalnya harus disesuaikan dengan nilai uang sekarang dong (uang bersatandar emas berarti bahwa warga boleh menentang uang senilai tertentu, dibawa ke Bank Sentral atau Bank lain yang ditunjuk, untuk meminta agar uangnya itu diganti dengan emas murni dengan nilai yang sama). Apakah sekarang masih ada negara yang menerapkan sistem keuangan berstandar emas?
Juga disimak bahwa banyak polis arusani maritim di Indonesia disusun berdasarkan undang-undang Inggeris, Marine Insurance Act (MIA 1906) yang memberikan jaminan lebih lengkap dan lebih baik.
Undang-undang Asuransi Maritim Inggeris itu sudah diperbaharui dengan Insurance (Marine) Act, [RSBC] 1996 Chapter 230 di mana pada Section 4 point (3) ditetapkan: “Maritime perils” means the perils consequent on or incidental to the navigation of the sea, that is to say, perils of the seas, fire, war perils, pirates, rovers, thieves, captures, seizures, restraints and detainments of princes and peoples, jettisons, barratry and any other perils, either of the same kind or which may be designated by the policy).
Satu segi lain yang penting adalam asuransi maritim yaitu apa yang dikenal sebagai general average yang di dalam Insurance (Marine) Act 1996 ditatapkan dalam Section 67 di bawah judul General average loss.
Butir (1) dalam Section tersebut menetapkan: “A general average loss is a loss caused by or directly consequential in a general average act. It includes a general average expenditure as well as a general sacrifice.
Butir (2) menetapkan: “There is general average act if any extraordinary sacrifice or expenditure is voluntarily and reasonablye made or incurred in time of peril for the purpose of preserving the property imperilled in the common adventure.
Butir (3) menetapkan: “Subject to an express provision in the policy, if the assured has incurred a general average expenditure, the assured may recover from the insurer in respect of the proportion of the loss that falls on the assured. In the case of a general average sacrifice, the assured may recover from the insurer in respect of the whole loss without having enforced the assured’s right of contribution from the other parties liable to contribute.
Dalam artikel lain dalam blog ini penulis telah menyarankan wanti-wanti agar persetujuan asuransi yang ditutup atas barang yang diekspor atau diimpornya, pebisnis memasukkan juga risiko general average ke dalam polis, supaya kalau kapal yang mengangkut barang ekspor-impornya kebetulan mengalami peristiwa G/A, tidak repot mengurusnya sebab menyelesaikan urusan claim G/A bukan perkara satu dua tahun melainkan bisa belasan tahun.
Kalau risiko G/A juga diasuransikan, penanggung yang akan mengurusnya dengan G/A Adjuster (ahli atau perusahaan yang menyelesaikan urusan G/A). Pebisnis tinggal memberikan surat kuasa untuk penyelesaian itu, terutama surat yang dikenal sebagai Subrogation Letter. Sedangkan urusan ganti ruginya tidak berbeda dengan prosedur pada asuransi maritim “biasa”.
Ketentuan-ketentuan dalam Section pada Insurance (Marine) Act 1996 ini mengatur tentang general average dalam hubungannya dengan penanggung (the insurer, penanggung).
Adapun yang disebut general average itu sendiri adalah “biaya-biaya dan kerugian yang dengan sengaja dibuat/dikeluarkan dalam keadaan darurat, dengan tujuan untuk menyelamatkan kapal dan muatannya”. Menyelamatkan kapal di sini berarti bahwa kapalnya tetap terapung (tidak tenggelam) dan dapat dibawa ke pelabuhan darurat untuk meminta bantuan lebih lanjut. (Pelabuhan darurat yaitu pelabuhan yang tidak direncanakan disinggahi oleh kapal yang mengalami bencana itu). Pelabuhannya sendiri mah biasa-biasa saja, bukan pelabuhan yang porak poranda (ada lanjutannya).
ARITIM, TERMASUK G/A DAN P&I

0 komentar:

Posting Komentar