Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Selasa, 08 Mei 2012

Djakarta Lloyd Riwayatmu Kini

DJAKARTA LLOYD, RIWAYATMU KINI

Beberapa hari yang lalu, saat sedang bekerja di depan komputer, terdengar di televisi berita yang menyebutkan Menteri BUMN Dahlan Iskan telah mengambil keputusan tidak menghidupkan kembali PT. Djakarta Lloyd (DL, Persero) yang sementara itu telah diambil sebagai anak angkat oleh perusahaan lain (lihat artikel lain dalam blog ini).
Pengambilan sebagai anak angkat oleh perusahaan pelayaran terbesar di dunia, Maersk Line itupun saya kira/yakin tinggal menghitung hari saja sebab DL sebagai anak angkat Maersk Line itu kan selama DL masih bernyawa karena pemerintah masih mengucurkan biaya hidup ala kadarnya tetapi kalau keputusan Menteri BUMN sudah berlaku efektif, DL sudah almarhum, ya ibu angkat dapat mencari anak lain untuk dijadikan anak yang setia mengurus tetek bengek si induk angkat. Paling orang-orang yang masih setia menjadi pegawai atau pensiunan DL yang entah sudah berapa bulan (tahun?) tidak menerima bayaran, berbunga-bunga menanti pesangon dari pak Dahlan. Mengenai ini blogger yakin penuh karena mengenal karakter pak Dahlan, beliau tidak akan menelantarkan pegawai dan pensiunan DL.
Blogger sendiri sudah mengambil pensiun tunai pada tahun 1973 setelah tigabelas tahun mengabdi kepada DL yang suatu saat pernah didorong untuk menjadi “flag carrier” Indonesia. Sebelumnya, pada tahun 1972 penulis berbunga-bunga mendengar desas desus santar bahwa Direktur Utama DL Capt. M.J.P. Hahijary akan mengangkat sarjana-sarjana. Penulis sendiri sudah mengantongi ijazah S1 akhir tahun 1965, wajar dong kalau hati berbunga-bunga mendengar isu itu. Ternyata yang diangkat, semuanya adalah sarjana nol, yaitu waktu masuk DL berbekal pengalaman nol tahun dalam shipping dan setelah menduduki jabatan terpilih, segera “digusur” ke Hamburg, Tokyo dan entah ke mana lagi. Mereka ini kini menjadi pensiunan yang “binen”, wajar kalau berharap DL dihidupkan kembali karena kalau DL dapat beroperasi lagi mereka akan dapat memperoleh manfaat minimal menitipkan anak atau cucunya bekerja di situ. Penulis sendiri yang dalam dasawarsa 1960-an merupakan pengurus inti PKDL (Persatuan Karyawan DL) tidak kurang-kurang ikut memperjuangkan agar M.J.P. Hahijary (alm) dipromosikan menjadi Direktur Utama DL namun ujung-ujungnya tidak termasuk sarjana terpilih. Memang lihai: Menteri toh tidak tahu, sarjana bagaimana yang mendapat promosi/pengangkatan, toh memang sarjana. Memang laporan membuktikan telah ada pengangkatan sarjana-sarjana.
Sebagaimana telah dua kali kutulis dalam blog ini, tak usahlah DL dihidupkan kembali, toh berapapun dana APBN dikucurkan ke DL tidak akan cukup untuk membeli sekedar satu unit kapal sebesar ribuan TEU padahal di sisi lain, Maersk Line (mungkin saat ini sudah) mengoperasikan kapal berkapasitas 18.000 TEU (daya angkut itu setara dengan DWT 350.000 ton). Berapa harganya? Asal tahu saja Maersk Line sejak beberapa tahun yang lalu juga sudah mengoperasikan delapan unit kapal yang masing-masing berdaya angkut 15.300 TEU, semua kapal milik sendiri. Maka penulis hanya bisa berharap semoga para pemimpin negara, di luar Dahlan Iskan sadar, kita sudah terpuruk dalam masalah ini, relakan saja. Biarlah anak cucu kita nanti yang melanjutkan kembali kejayaan nenek moyangku orang pelaut, kalau Indonesia sudah normal dan tidak amburadul seperti sekarang.






JUAL BUKU ONLINE
MASALAH TRANSPORTASI LAUT


Kurang lebih dua tahun yang lalu saya menyerahkan enam judul buku karangan saya kepada Ketua Sekolah Yinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Capt. Yan Risuandi dengan permohonan sudilah kiranya bapak Ketua STIP membeli hak cipta buku-buku tersebut dan diterbitkan oleh STIP untuk disedarkan kepada sekolah-sekolah yang sejenis di Indonesia. Semua buku karangan saya mengambil pembahasan tentang “shipping business” termasuk Asuransi Maritim. Kalau bapak Ketua bersedia mengabulkan permohonan tersebut, tentunya saya akan menerima uang yang cukup lumayan nominalnya dan STIP juga dapat terangkat kredibiltasnya sebagai perguruan tinggi yang memberi kesempatan tenaga pendidiknya meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Permohonan tersebut tidak ditolak atau disetujui tetapi buku-buku ditutunkan kepada Ketua Jurusan Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga dan Kepelabuhanan dengan pesan supaya direvisi seperlunya untuk nantinya dipertimbangkan lebih lanjut. Ketua Jurusan, setelah membaca buku-buku lalu memanggil saya untuk menginformasikan amanat bapak Ketua.
Segera saya mengambil langkah melakukan revisi dan dalam waktu satu tahun tiga judul buku selesai sdaya revisi (mungkin “baru” mencapai 90% lebih dan kuyakin penyelesaian penuh dapat dikerjakan sambil jalan, sambil menunggu audiensi kepada bapak Ketua. Ketiga judul buku tersebut adalah 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal dan 3. Sistem Angkutan Peti Kemas yang kuanggap lebih penting diterbitkan terlebih dahulu. Saya juga, dengan membawa contoh print out ketiga buku tersebut, berkunjung ke kantor kelompok penerbit Gramedia tetapi harus kecewa bahwa omset penjualan buku tidak dapat mencapai total 3.000 eksemplar dalam waktu satu tahun, yang merupakan persyaratan utama bagi penerbitan murnia (pengarang hanya menyerahkan naskah buku dan penerbit menangani semuanya). Sebagai alternatif, buku dapat diterbitkan melalui opsi kerja sama yaitu pengarang menyerahkan biaya penerbitan sebanyak 50% dan akan diberi buku separo untuk dijual sendiri sementara sisanya dijual oleh kelompok toko buku Gramedia. Pengarang akan mendapat royalti dari buku yang dijual oleh kelompok toko buku Gramedia.
Waduh, saya tidak punya uang puluhan juta rupiah untuk memenuhi opsi itu, lalu aku sampaikan masalah itu kepada famili yang diyakini mempunyai tabungan cukup banyak untuk dapat menyetorkan modal cukup tetapi belakangan, setelah dihitung-hitung dia menyatakan tidak dapat membantu. Suatu saat saya membaca iklan seminar gratis membuka bisnis online, diselenggarakan di gedung mewah, langsung saja saya mengikuti seminar itu sambil merasa yakin itu hanya pancingan saja untuk suatu acara berbayar. Tidak salah, sebelum seminar selesai ada pemberitahuan bahwa seminar akan dilanjutkan dengan lokakarya dua hari dengan biaya Rp.3.300.000.- sampai mahir (kalau belum mudeng boleh ikut lagi tanpa bayar sampai mahir). Kalau bayar DP Rp.300.000.- hari itu, biayanya turun menjadi Rp.2.600.000.- dan kalau bayar tunai hari itu cukup bayar Rp.2.300.000.-. Biaya itu sudah termasuk pendaftaran website pada Wordpress sebesar Rp.350.000.-, CD seharga Rp.200.000.- dan membuat blog khusus (tidak disebutkan berapa biayanya).
Pas saldo saya masih penuh, tanpa pikir panjang lagi kucabut kartu ATM saya dan digesek senilai Rp.2.300.000.- lalu besoknya mengikuti lokakarya. Besoknya kuajak anakku ikut, untuk mendampingi kalau-kalau aku tidak mudeng, maklum sudah uzur. Ada lanjutannya.

0 komentar:

Posting Komentar