Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Senin, 14 Mei 2012

RETROSPEKSI, MENUJU LANGKAH MAJU

Dalam blog ini pernah disajikan tulisan tentang peristiwa tabrakan kapal di laut, di mana antara lain disebutkan cara untuk menghindari tabrakan antara kapal satu dengan kapal lainnya di laut menurut aturan undang-undang maritim yang menetapkan bahwa dua kapal yang berlayar berpapasan di luar perairan laut luas (high seas) harus menjaga jarak aman di antara kedua kapal itu dan kalau kedua kapal menghadapi risiko bertabrakan atau risiko singgungan, ditentukan juga bahwa satu kapal boleh berlayar lurus dan kapal lainnya harus “cikar kanan” atau “cikar kiri”.
Kita juga mengetahui bahwa peraturan hukum perundang-undangan sering tertinggal dari praktek yang terjadi di dalam masyarakat umum. Saat ini pelayar boleh mempertanyakan: apakah aturan tentang keharusan kapal mengambil haluan secara drastis cikar kanan atau cikar kiri masih berlaku ataukah sudah waktunya dirubah sesuai dengan perkembangan teknologi konstruksi kapal yang sudah sangat maju?
Anda dapat membrowsing tentang kemajuan teknologi konstruksi kapal laut dari internet dan mengunduh gambar kapal super modern itu, dari mana anda dapat mengetahui bahwa kapal jaman sekarang memang tidak perlu lagi melakukan manuver cikar kanan cikar kiri. Kapal jaman sekarang dilengkapi dengan dua baling-baling independent yang masing-masing dapat diputar ke arah kiri dan yang lainnya diputar ke arah kanan atau sebaliknya. Dengan memutar satu baling-baling ke arah kanan dan baling-baling lainnya diputar kiri (atau ditahan stasioner) maka laju kapal dapat dibelokkan ke arah kanan pada radius yang lebih sempit, jadi tidak perlu lagi cikar kanan.
Kalau baling-baling diputar kanan keduanya pada RPM lebih besar, tentunya laju kapal dapat ditingkatkan secara signifikan. Mengamati kemajuan teknologi perkapalan yang jauh maju seperti itu, mungkin anda berpendapat hukum maritim harus melakukan perubahan atau penyesuaian seperlunya, tetapi mungkin hanya penyesuaian kecil berupa perubahan pasal menjadi “harus cikar kanan atau manuver khusus lainnya serupa itu”. Jangan lupa, kapal yang dilengkapi baling-baling ganda itu adalah kapal produksi mutakhir sementara kapal yang umurnya sudah sepuluh tahun mungkin masih menggunakan baling-baling tunggal.
Jangan lupa juga bahwa instansi pembentuk undang-undang kita, yang namanya Dewan Perwakilan Rakyat, masih belum bangun dari tidur lelap setengah abad lebih sampai tidak tahu bahwa pasal unang-undang hukum pidana atau hukum perdata kita ditulis hampir duaratus tahun yang lalu (sekitar tahun 1847), banyak diantaranya yang belum mengalami sentuhan perubahan sama sekali.
Anehnya, para sarjana hukum yang berpredikat Hakim, Jaksa, Pengacara dan entah apa lagi, tampaknya merasa lebih nyaman menikmati saja ketentuan undang-undang itu ketimbang menyampaikan saran perubahan. Betapa tidak? Dalam amar keputusan pengenaan denda, pak Hakim tidak merasa risi menetapkan keputusan ........ terdakwa harus membayar denda sebesar Rp.7.500.- Ya, tujuh ribu limaratus rupiah yang tidak cukup untuk membayar segelas wedang kopi. Yah bagaimana lagi wong pak Jaksa dan pak Hakim belum lahir saat Bung Karno dan Bung Hatta mencanangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Beliau tidak merasa perlu tahu bahwa pada saat proklamasi kemerdekaan, nilai uang satu dollar Amerika Serikat sama nilainya dengan enampuluhlima sen uang rupiah Indonesia dan Rp.1,- bernilai sama dengan NlF.1.- (Nedelands Florein, uang Belanda), juga sama dengan satu gulden uang Hindia Belanda yang setelah kita perjuangkan bersama, menjadi Republik Indonesia yang kita cintai.
Entah sampai kapan saudara-saudara kita yang terhormat anggot DPR itu berkenan bangun dan menyusun rancangan bagi penetapan undang-undang nasional terutama undang-undang hukum pidana, undang-undang hukum perdata dan undang-undang hukum perniagaan yang 100% nasional Indonesia. Sebagaimana kita ketahui para “founding fathers” kita dahulu, karena sifat nasionalme yang terlalu kental, mengharamkan semua naskah yang berbahasa Belanda. Naskah berupa pasal-pasal undang-undang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia tetapi nilai atau harga tidak diterjemahkan (tidak diganti) dan tetap tertulis entah sampai kapan.

0 komentar:

Posting Komentar