Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Jumat, 25 Mei 2012

INDONESIA: KETINGGALAN PERAHU ROTTERDAM RULES!? Tahun-tahun terakhir ini sun

INDONESIA:
KETINGGALAN PERAHU ROTTERDAM RULES!?


Tahun-tahun terakhir ini sungguh banyak perubahan berkaitan dengan pengangkutan barang melalui laut dan pengangkutan barang pada umumnya, terutama yang terkait dengan tanggung jawab para pelaku pengangkutan. Diawali dari tahun 1998 (sudah lama ya?!) saat Amerika Serikat mengundangkan OSRA 1998 (Ocean Shipping Reform Act) yang intinya mendorong para pelaku bisnis pengangkutan laut internasional agar berperilaku sesuai semangat persaingan yang jujur. Di Amerika Serikat sudah sangat lama diberlakukan undang-undang Anti Trust yaitu the Sherman Act 1890 tetapi OSRA 1998 “merasa perlu” mencerca Asosiasi “Shipping Conference” sebagai kartel yang sejak tahun 1950 beroperasi sebagai pelaku monopoli yang menjalankan misi mengangkat setinggi-tingginya harga jasa angkutan laut (rate of freight).
Conference sejak tahun 1950 beroperasi sebagai kartel, tanpa patuh kepada undang-undang anti trust yang berlaku, demikian disimpulkan dalam konsiderans OSRA..
Undang-undang OSRA ini, satu dasawarsa kemudian (tahun 2008) mendorong dibekukannya operasi Far East Freight Conference (FEFC) yang selama itu menangani kerjasama pengangkutan barang antara Timur Jauh (China – Korea – Jepang) dengan negara-negara di Eropa. Sebelum waktu itu, badan Dunia PBB pada tahun 1978 mengadopsi the Hamburg Rules yang merupakan konvensi internasional yang dimaksudkan untuk menggantikan the Hague Rules yang sudah berlaku sejak tahun 1924.
Berikutnya, dalam Sidang Umum PBB tahun 2008 Badan Dunia itu mengadopsi suatu konvensi internasional yang disebut “the Rotterdam Rules” yang upacara penandatanganannya berlangsung pada tanggal 20 – 23 September 2009 di Rotterdam. Nama resmi Rotterdam Rules adalah: International Convention on Contracts for the International Carrying of Goods Wholly or Partly by Sea” Konvensi baru ini dimaksudkan untuk menggantikan beberapa konvensi internasional yang sudah tidak layak lagi diaplikasikan karena belum mengandung pengaturan yang sejalan dengan teknologi informatika.
Beberapa konvensi internasional yang sudah “tidak layak pakai” lagi karena antara lain belum mengandung aturan tentang e-mail documentation adalah: the Hague Rules 1924, Hague – Visby Rules 1968, juga the Hamburg Rules 1978. Menarik perhatian, sekaligus juga memprihatinkan bahwa Indonesia, sebagai negara maritim terbesar sedunia, sampai the Hamburg Rules “digugurkan dalam kandungan” oleh ibu kandungnya yaitu PBB, belum juga meratifikasi kovensi the Hamburg Rules, bahkan the Hague Rules juga luput dari ratifikasi oleh RI.
Betul “setiap hari” blogger mendengar orang mempercakapkan tentang Indonesia sebagai negara maritim yang diurus oleh orang-orang yang bermental continental namun sejauh ini blogger mengamati ucapan itu sebagai canda ria dan bukannya kritikan resmi karena blogger tahu bahwa pada perwakilan Indonesia di negara-negara besar seperti Inggeris, AS ditempatkan Atase Perhubungan yang berkonotasi pendidikan maritim. Mosok iya sih mereka tidak ada yang mengamati informasi tentang konvensi Rotterdam Rules 2009 yang proses penciptaannya sudah berlangsung sejak tahun 2001. Apakah Yang Mulia Dubes atau utusannya, saat menghadiri sidang-sidang PBB sejak tahun itu sampai dengan tahun 2008 tidak “mengendus” informasi tentang akan adanya konvensi baru? Dalam kutipan di bawah ini blogger akan menyampaikan kronologi terciptanya Rotterdam Rules, diambil dari release resmi konvensi tersebut:
“The Rotterdam Rules have been prepared in inter-governmental negotiations that lasted for over 10 years by the United Nations Commission for International Trade Law (UNCITRAL). On the other hand the Comite Maritime International (CMI) conducted the preparatory work on the Convention at the request of UNCITRAL including a preliminary draft text for the Convention.
The signing ceremony was held in Rotterdam from 20 to 23 September 2009. In the meantime the following 24 countries have signed the Convention: Armenia, Cameroon, Congo, Democratic Republic of the Congo, Denmark, France, Gabon, Ghana, Greece, Guinea, Luxembourg, Madagascar, Mali, The Netherland, Niger, Nigeria, Norway, Poland, Senegal, Spain, Sweden, Switserland, Togo, and the United States of America, all together representing 25% of the world’s trade. In the meantime the Spain has become the first nation to ratify the Rotterdam Rules.
Also the European Community Shipowners Association (ECSA), the International Chamber of Shipping (ICS), BIMCO and the World Shipping Council (WSC) have greatly welcomed the clear recommendation by the European Parliamment that EU Member States should move “speedily to sign, ratify and implement the UN Convention on Contracts for the International Carriage of Goods Wholly or Partly by Sea, known as the “Rotterdam Rules”, establishing the new maritime liability system”
The Rotterdam Rules, adopted by the United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) will replace the existing cargo liability regimes such as the Hamburg Rules and Hague-Visby Rules. Shipowners Organisations firmly believe that this will achieve greater global uniformity for cargo liability, facilitating e-commerce through use of electronic documentation, reflecting modern “door-to-door” services involving other modes of transport in addition to the sea-leg and “just in time” delivery practices.
Following a through and detailed analysis of the Rotterdam Rules, ECSA, ICS, BIMCO and WSC have all concluded that this important new regime must be promoted by the industry to avoid the risk of a proliferation of regional cargo liability regulation.
Dari kutipan press release the Rotterdam Rules yang cukup lengkap tersebut beberapa hal penting dapat dicatat: Pertama, nama Indonesia atau the Republic of Indonesia tidak tercantum sebagai satu di antara ke 24 negara penandatangan piagam pembentukan konvensi internasional itu sementara Spanyol tercatat sebagai negara pertama yang meratifikasi konvensi baru itu (Indonesia kapan ya, ataukah akan ketinggalan perahu lagi?). Sebagai insan Indonesia yang mengaku masih mempunyai naluri maritim, blogger sungguh prihatin dengan catatan pertama ini.
Semoga bapak Dirjen Perhubungan Laut atau Menteri Perhubungan membaca artikel dalam blog ini dan khusus menyimak alinea terakhir dalam kutipan di atas terutama bagian kalimat yang berbunyi: “.......firmly believe that this will achieve greater global uniformity for cargo liability” dan “.....reflecting modern “door-to-door services”.
Sebagai catatan kedua adalah biarlah Indonesia telah ketinggalan perahu tidak mengikuti perkembangan sampai pengesahan konvensi baru ini sejak awal mulai tahun 2001 yang oleh press release tersebut dicatat sebagai tahap negosiasi antar negara (inter-governmental negotiations) sehingga tidak diundang untuk menandatangani piagam pembentukan konvensi, namun kalau kedubes Indonesia di Den Haag Belanda mempunyai kepedulian mengenai konvensi yang sangat penting bagi kita tersebut, kiranya yang Mulia Dubes proaktif mencari segala sumber informasi yang dapat membuat Indonesia mengejar ketertinggalan itu sehingga Indonesia tetap dapat mengikuti perkembangan konvernsi maha penting itu.
Jangan kiranya Dubes mengambil sikap: “ ah sudahlah, kita sudah ketinggalan perahu, tunggu perkembangan berikutnya saja”.
.

0 komentar:

Posting Komentar