Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Senin, 19 Juli 2010

SHIPMENT TRANSFORMATION (lanjutan) SHIPMENT TRANSFORMATION (lanjutan)

SHIPMENT TRANSFORMATION (lanjutan)

Bagaimana Forwarder Menekan Biaya Freight angkutan laut,
secara legal

Telah diketahui bahwa dalam sistem angkutan peti kemas minimum pengapalan adalah satu peti kemas namun, bagi eksportir yang mengapalkan barang kurang dari satu peti kemas, less-than-container load (LCL) tidak tertutup kemungkinan ikut serta dalam bisnis pengangkutan itu dengan catatan bahwa dia harus membayar biaya angkutan individual, dihitung sekian tonne/40 kaki kubik barang yang dikapalkan dikalikan tarip individual.
Sebagai catatan kedua: semua eksportir yang mengapalkan barang kurang dari satu peti kemas tersebut harus rela barang ekspornya dicampur, digabungkan (=dikonsolidasikan) ke dalam satu peti kemas yang dikapalkan ke pelabuhan tujuan yang sama. Sudah pasti pihak cargo consolidator menguasai teknis penggabungan, terutama bahwa semua dan setiap barang yang digabungkan tidak saling merusak.
Segi lain dari praktek konsolidasi barang ekspor adalah bahwa freight forwarder yang mengoperasikan Private CFS yang berlokasi di luar pelabuhan mempunyai peluang mengumpulkan pendapatan dari kegiatan mengkonsolidasi kan banyak LCL shipments di mana shipment-shipment tersebut, setelah dikonsolidasikan, dikapalkan sebagai satu FCL shipment. Praktek yang dikenal sebagai shipment transformation ini mula-mula dianggap mengandung nuansa penipuan karena pengirim barang sebenarnya menghajatkan pengiriman barang LCL tetapi oleh forwarder dirubah menjadi FCL.
Telah kita lihat pula bahwa pihak ocean carrier yang melaksanakan pengangkutan antar benua atas muatan-muatan peti kemas itu, belakangan mengakui bahwa praktek shipment transformation yang dikerjakan oleh freight forwarder itu justru membantu ocean carrier memperkecil despatch kapal di pelabuhan. Padahal keberadaan kapal di pelabuhan (port time) merupakan sisi non-produktif kapal dibandingkan dengan saat kapal berada di laut (kapal sedang berlayar, sea time) yang merupakan sisi produktif kapal.
Aspek penting lain akan dicoba digambarkan dalam uraian berikut ini, di mana eksportir mendapat manfaat-lebih dari kiprah freight forwader mengerjakan praktek shipment transformation.
Digambarkan, freight forwarder mendapat order pengiriman barang ekspor dari pabrik garment di Garut sebanyak 252.000 stel celana dan jacket jeans di mana tiap 6 kodi pakaian tersebut dikemas ke dalam carton box berukuran PxLxT 100 x 60 x 50 cM.
Perusahaan freight forwarding yang mengerjakan proyek pengangkutan barang ekspor ini mempunyai armada angkutan darat yang cukup sehingga transport jalan raya dari Garut ke stasiun kereta Gede Bage bandung hanya sedikit menggunakan jasa transportasi umum. Hampir semua keperluan transpor ditangani sendiri.
Barang ysng disekspor tersebut, yaitu celana dan jacket jeans diserahkan kepada perwakilan freight forwarder di Garut dan oleh forwarder akan dikapalkan dalam status FCL shipment door-to-door, menggunakan 28 box peti kemas 20’. Beberapa informasi penting lain mengenai shipment tersebut dapat dicatat:
1. Ruang dalam peti kemas berukuran 580 x 210 x 210 cM yang berarti stuffable inner space = 25,578 M3 tiap peti kemas;
2. Biaya stuffing di gudang eksportir di Garut, pengangkutan darat dari Garut ke stasiun Kereta Api Gede Bage Bandung, Rp.180.000.- tiap container;
3. Handling charge di Gede Bage Rp.50.000.- per box container;
4. Biaya angkutan Gede Bage – Kampung Bandan, termasuk handling charge untuk memindahkan peti kemas dari gerobak KA di stasiun KA Kampung Bandan ke trailer yang akan membawanya ke pelabuhan Tanjung Priok Rp.300.000.- per box;
5. Biaya trucking Kampung Bandan – terminal pelabuhan Tanjung Priok, sampai peti kemas diangkat ke kapal oleh gantry crane Rp.100.000.- per box;
6. Handling charges peti kemas di Tanjung Priok, termasuk THC Rp.125.000.- per box;
7. Ocean freight rate Tanjung Priok – Tokyo, (box rate) USD.1.500.- per box;
8. Handling charges di Tokyo, termasuk THC USD.100.- per box;
9. Local transport Tokyo port to hinterland USD.100,- per box;
10. Agency fee Tokyo USD.100.- per box;
11. Exchange Rate USD.1,- = IDR.9.000.-

Berdasarkan informasi tersebut di atas susunlah perhitungan yang menunjukkan margin yang dapat diharapkan oleh freight forwarder yang mengerjakan transaksi pengapalan ekspor dengan biaya USD.100.- per M3 (tarip resmi Individual Rate adalah) USD.120.- per M3.
Biaya freight tersebut sangat murah mengingat bahwa tidak ada biaya apapun ditagih dari eksportir sejak eksportir menyerahkan komoditas ekspor itu dalam carton box di gudangnya di Garut.
Semua kegiatan sejak stuffing sampai barang tiba di pelabuhan Tanjung Priok di bawah portal gantry crane ditanggung oleh fregiht forwarder, kecuali biaya independent surveyor dan biaya pemeriksaan Pabean yang dilakukan di gudang eksportir, karena memang biaya-biaya tersebut merupakan tanggung jawab eksportir.


Penyelesaian hitungan biaya produksi pengangkutan peti kemas:

1. Keperluan peti kemas: volume carton box yang diperlukan untuk mengemas barang ekspor  100 x 60 x 50 = 0,300 M3 per carton box, berarti untuk 252.000 stel pakaian jeans  252.000 : 20 = 12.600 kodi, tiap 6 kodi memerlukan satu carton, maka diperlukan  12.600 kodi : 6 = 2.100 carton box
2. Volume barang ekspor =2.100 carton box x 0,300 M3 = 630,000 M3
3. Space peti kemas 20’ bersih = 23,020 M3 tiap box
4. Untuk ekspor 252.000 stel pakaian jeans diperlukan peti kemas sebanyak: 630,000 : 23,020 =27,267 dibulatkan menjadi 28 box peti kemas jenis dry goods container (sisa ruang pada peti kemas ke-28 dimanfaatkan untuk perhitungan forwarder sendiri)




Perhitungan biaya produksi Pengangkutan Barang Ekspor

1. Bagaimana Forwarder Menekan Biaya Freight angkutan laut,
secara legal

Telah diketahui bahwa dalam sistem angkutan peti kemas minimum pengapalan adalah satu peti kemas namun, bagi eksportir yang mengapalkan barang kurang dari satu peti kemas, less-than-container load (LCL) tidak tertutup kemungkinan ikut serta dalam bisnis pengangkutan itu dengan catatan bahwa dia harus membayar biaya angkutan individual, dihitung sekian tonne/40 kaki kubik barang yang dikapalkan dikalikan tarip individual.
Sebagai catatan kedua: semua eksportir yang mengapalkan barang kurang dari satu peti kemas tersebut harus rela barang ekspornya dicampur, digabungkan (=dikonsolidasikan) ke dalam satu peti kemas yang dikapalkan ke pelabuhan tujuan yang sama. Sudah pasti pihak cargo consolidator menguasai teknis penggabungan, terutama bahwa semua dan setiap barang yang digabungkan tidak saling merusak.
Segi lain dari praktek konsolidasi barang ekspor adalah bahwa freight forwarder yang mengoperasikan Private CFS yang berlokasi di luar pelabuhan mempunyai peluang mengumpulkan pendapatan dari kegiatan mengkonsolidasi kan banyak LCL shipments di mana shipment-shipment tersebut, setelah dikonsolidasikan, dikapalkan sebagai satu FCL shipment. Praktek yang dikenal sebagai shipment transformation ini mula-mula dianggap mengandung nuansa penipuan karena pengirim barang sebenarnya menghajatkan pengiriman barang LCL tetapi oleh forwarder dirubah menjadi FCL.
Telah kita lihat pula bahwa pihak ocean carrier yang melaksanakan pengangkutan antar benua atas muatan-muatan peti kemas itu, belakangan mengakui bahwa praktek shipment transformation yang dikerjakan oleh freight forwarder itu justru membantu ocean carrier memperkecil despatch kapal di pelabuhan. Padahal keberadaan kapal di pelabuhan (port time) merupakan sisi non-produktif kapal dibandingkan dengan saat kapal berada di laut (kapal sedang berlayar, sea time) yang merupakan sisi produktif kapal.
Aspek penting lain akan dicoba digambarkan dalam uraian berikut ini, di mana eksportir mendapat manfaat-lebih dari kiprah freight forwader mengerjakan praktek shipment transformation.
Digambarkan, freight forwarder mendapat order pengiriman barang ekspor dari pabrik garment di Garut sebanyak 252.000 stel celana dan jacket jeans di mana tiap 6 kodi pakaian tersebut dikemas ke dalam carton box berukuran PxLxT 100 x 60 x 50 cM.
Perusahaan freight forwarding yang mengerjakan proyek pengangkutan barang ekspor ini mempunyai armada angkutan darat yang cukup sehingga transport jalan raya dari Garut ke stasiun kereta Gede Bage bandung hanya sedikit menggunakan jasa transportasi umum. Hampir semua keperluan transpor ditangani sendiri.
Barang ysng disekspor tersebut, yaitu celana dan jacket jeans diserahkan kepada perwakilan freight forwarder di Garut dan oleh forwarder akan dikapalkan dalam status FCL shipment door-to-door, menggunakan 28 box peti kemas 20’. Beberapa informasi penting lain mengenai shipment tersebut dapat dicatat:
1. Ruang dalam peti kemas berukuran 580 x 210 x 210 cM yang berarti stuffable inner space = 25,578 M3 tiap peti kemas;
2. Biaya stuffing di gudang eksportir di Garut, pengangkutan darat dari Garut ke stasiun Kereta Api Gede Bage Bandung, Rp.180.000.- tiap container;
3. Handling charge di Gede Bage Rp.50.000.- per box container;
4. Biaya angkutan Gede Bage – Kampung Bandan, termasuk handling charge untuk memindahkan peti kemas dari gerobak KA di stasiun KA Kampung Bandan ke trailer yang akan membawanya ke pelabuhan Tanjung Priok Rp.300.000.- per box;
5. Biaya trucking Kampung Bandan – terminal pelabuhan Tanjung Priok, sampai peti kemas diangkat ke kapal oleh gantry crane Rp.100.000.- per box;
6. Handling charges peti kemas di Tanjung Priok, termasuk THC Rp.125.000.- per box;
7. Ocean freight rate Tanjung Priok – Tokyo, (box rate) USD.1.500.- per box;
8. Handling charges di Tokyo, termasuk THC USD.100.- per box;
9. Local transport Tokyo port to hinterland USD.100,- per box;
10. Agency fee Tokyo USD.100.- per box;
11. Exchange Rate USD.1,- = IDR.9.000.-

Berdasarkan informasi tersebut di atas susunlah perhitungan yang menunjukkan margin yang dapat diharapkan oleh freight forwarder yang mengerjakan transaksi pengapalan ekspor dengan biaya USD.100.- per M3 (tarip resmi Individual Rate adalah) USD.120.- per M3.
Biaya freight tersebut sangat murah mengingat bahwa tidak ada biaya apapun ditagih dari eksportir sejak eksportir menyerahkan komoditas ekspor itu dalam carton box di gudangnya di Garut.
Semua kegiatan sejak stuffing sampai barang tiba di pelabuhan Tanjung Priok di bawah portal gantry crane ditanggung oleh fregiht forwarder, kecuali biaya independent surveyor dan biaya pemeriksaan Pabean yang dilakukan di gudang eksportir, karena memang biaya-biaya tersebut merupakan tanggung jawab eksportir.


Penyelesaian hitungan biaya produksi pengangkutan peti kemas:

1. Keperluan peti kemas: volume carton box yang diperlukan untuk mengemas barang ekspor  100 x 60 x 50 = 0,300 M3 per carton box, berarti untuk 252.000 stel pakaian jeans  252.000 : 20 = 12.600 kodi, tiap 6 kodi memerlukan satu carton, maka diperlukan  12.600 kodi : 6 = 2.100 carton box
2. Volume barang ekspor =2.100 carton box x 0,300 M3 = 630,000 M3
3. Space peti kemas 20’ bersih = 23,020 M3 tiap box
4. Untuk ekspor 252.000 stel pakaian jeans diperlukan peti kemas sebanyak: 630,000 : 23,020 =27,267 dibulatkan menjadi 28 box peti kemas jenis dry goods container (sisa ruang pada peti kemas ke-28 dimanfaatkan untuk perhitungan forwarder sendiri)




Perhitungan biaya produksi Pengangkutan Barang Ekspor

1. Stuffing, transport Garut – Gede Bage: 28 box x Rp.180.000.- = Rp. 5.040.000.-
2. Handling charge Gede Bage : 28 box x Rp. 50.000.- = Rp. 1.400.000.-
3. Transport Gede Bage – Kp. Bandan : 28 box x Rp.300.000.- = Rp. 8.400.000.-
4. Transpt Kp. Bandan – Terminal Tg.Pr : 28 box x Rp.100.000.- = Rp. 2.800.000.-
5. Handling charges & THC Tg. Priok : 28 box x Rp. 50.000.- = Rp. 1.400.000.-
---------------------
Total local cost ................... = Rp. 19.040.000.-




Perhitungan biaya-biaya dalam valuta asing

1. Ocean Box Freight Tg. Priok – Tokyo = 28 box x USD.1.500.- = USD.42.000.-
2. Handling charges Tokyo, incld THC = 28 box x USD. 100.- = USD. 2.800.-
3. Local transport, Tokyo – hinterland = 28 box x USD. 100.- = USD. 2.800.-
4. Agency fee, Tokyo = 28 box x USD. 100.- = USD 2.800.-
-------------------
Totcal cost, foreign exchange = USD.50.400.-

Currency exchange = Rp.19.040.000.- : Rp. 9.000.00.- x USD.1.- = USD 2.115.60.-
Total costs payable abroad = USD.50.400.-
-------------------
Grand total, production cost .........................................= USD.52.515.60-




Rekonsiliasi pendapatan dan biaya-biaya yang dikeluarkan:

Individual freight diterima dari eksportir = 630,000 M3 x USD.100.- = USD.63.000.-
Total production cost expended = USD.52.515.60
-----------------------
Total margin gained = USD.10.484.40.-

Jadi dari kegiatan mengerjakan pengapalan barang ekspor tersebut freight forwarder
dapat memperoleh pendapatan bersih sebesar USD.10.484,40 ditambah keuntungan dari
kegiatan-kegiatan yang terkait yang dikerjakannya sendiri yang memang untuk itu forwarder
menagih bayaran dari eksportir namun tentunya kegiatan-kegiatan itu tidak dikerjakan
secara prodeo melainkan sudah ada perhitungannya.
Keputusan freight forwarder tidak mengenakan biaya untuk stuffing barang di gudang eksportir,
biaya-biaya angkutan sampai peti kemas diangkat oleh gantry crane di pelabuhan ekspor
Tanjung Priok tidak terlepas dari taktik mencari pelanggan besar yang setia menggunakan jasa
perusahaannya. Tetapi tentunya semua “cost accounting” sudah dihitung secara cermat.

Stuffing, transport Garut – Gede Bage: 28 box x Rp.180.000.- = Rp. 5.040.000.-
2. Handling charge Gede Bage : 28 box x Rp. 50.000.- = Rp. 1.400.000.-
3. Transport Gede Bage – Kp. Bandan : 28 box x Rp.300.000.- = Rp. 8.400.000.-
4. Transpt Kp. Bandan – Terminal Tg.Pr : 28 box x Rp.100.000.- = Rp. 2.800.000.-
5. Handling charges & THC Tg. Priok : 28 box x Rp. 50.000.- = Rp. 1.400.000.-
---------------------
Total local cost ................... = Rp. 19.040.000.-




Perhitungan biaya-biaya dalam valuta asing

1. Ocean Box Freight Tg. Priok – Tokyo = 28 box x USD.1.500.- = USD.42.000.-
2. Handling charges Tokyo, incld THC = 28 box x USD. 100.- = USD. 2.800.-
3. Local transport, Tokyo – hinterland = 28 box x USD. 100.- = USD. 2.800.-
4. Agency fee, Tokyo = 28 box x USD. 100.- = USD 2.800.-
-------------------
Totcal cost, foreign exchange = USD.50.400.-

Currency exchange = Rp.19.040.000.- : Rp. 9.000.00.- x USD.1.- = USD 2.115.60.-
Total costs payable abroad = USD.50.400.-
-------------------
Grand total, production cost .........................................= USD.52.515.60-




Rekonsiliasi pendapatan dan biaya-biaya yang dikeluarkan:

Individual freight diterima dari eksportir = 630,000 M3 x USD.100.- = USD.63.000.-
Total production cost expended = USD.52.515.60
-----------------------
Total margin gained = USD.10.484.40.-

Jadi dari kegiatan mengerjakan pengapalan barang ekspor tersebut freight forwarder
dapat memperoleh pendapatan bersih sebesar USD.10.484,40 ditambah keuntungan dari
kegiatan-kegiatan yang terkait yang dikerjakannya sendiri yang memang untuk itu forwarder
menagih bayaran dari eksportir namun tentunya kegiatan-kegiatan itu tidak dikerjakan
secara prodeo melainkan sudah ada perhitungannya.
Keputusan freight forwarder tidak mengenakan biaya untuk stuffing barang di gudang eksportir,
biaya-biaya angkutan sampai peti kemas diangkat oleh gantry crane di pelabuhan ekspor
Tanjung Priok tidak terlepas dari taktik mencari pelanggan besar yang setia menggunakan jasa
perusahaannya. Tetapi tentunya semua “cost accounting” sudah dihitung secara cermat.

0 komentar:

Posting Komentar