Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Jumat, 20 Agustus 2010

HENDRA RAHARDJA

Pasti anda masih ingat siapa “tokoh” ini, koruptor besar penggaruk uang negara yang lari ke Australia dan sedang diusahakan ekstradisinya ke Indonesia namun keburu meninggal dunia di tanah pelarian sebelum prosedur ekstradisi rampung diurus.
Apa yang dikemukakan di dalam blog ini? Mungkin anda tertarik untuk mengikuti kiat pak Hendra (alm) membangun emporium bisnisnya dengan core business keagenan tunggal sepeda motor merk Yamaha (PT. Harapan Motor), juga Bank Harapan Santosa yang merupakan sumber utama dia mengeruk uang negara secara tidak sah, dan entah apa lagi; ternyata beliau membangun emporium bisnis itu melalui hasil menipu bank asing raksasa; penipuannya berlatar pidana kategori delik aduan sehingga bank asing tersebut, yang sempat membuat laporan penipuan ke Polda Metro Jaya terpaksa mencabut kembali laporannya itu setelah Hendra melunasi utangnya.
Kisah selengkapnya begini, tetapi sebelumnya ijinkan saya menyitir kisah serupa yang dijalankan oleh mantan anak didik saya namun dia tidak sampai menjalankan tindak perdana melainkan hanya “kenakalan ank muda” saja. Nama anak didik itu (inisial saja): ADT masuk menjadi taruna (mahasiswa AMI, Akademi Maritim Indonesia) tahun 1969. Sejak duduk di tingkat I dia rajin mengikuti kegiatan senat walaupun dia sadar bahwa sebagai taruna tingkat I belum dapat menjadi anggota senat.
Begitu naik ke tingkat II tentu saja dia menjadi anggota senat taruna, jabatan tidak dia anggap penting, yang penting bisa mengikuti kegiatan dan tidak hanya disuruh-suruh oleh senior. Begitulah, pada hari trakhir kegiatan mapram (orientasi studi) dan besoknya penutupan dengan api unggun, dia melompat ke atas drum yang disediakan, berpidato dengan suara lantang: “Adik-adik catar, besok pagi pada penutupan mapram, adik-adik diminta membawa dua lembar karung goni (saat itu belum ada karung plastik) dan dua botol bir. Kalau tidak ada botol bir, boleh botol kecap tetapi yang baik”. Semua calon taruna berseru untuk apa senior?
Pertanyaan tidak langsung dijawab tetapi dia mengambil karung beras yang sudah disediakan dan gunting besar, baru menjelaskan: “Satu karung dipotong begini, untuk baju kalian lalu karung yang kedua juga dipotong begini untuk celana”. Saya minta juga adik mencari pinjaman gunting besar untuk mempercepat penggutingan, kami perlu kira-kira sepuluh gunting. Yang ada baru dua buah. Sudah barang tentu semua catar bergumam tetapi tidak berani membantah karena aturan disiplin di perguruan tinggi itu tidak memungkian adanya amandemen.
Keesokan harinya semua catar sebanyak 600 orang sudah berkumpul dan karung serta botol disiapkan di samping kakinya masing-masing. ADT naik lagi ke mimbar lalu berpidato: “Adik-adik, perhatian, acara api unggun dengan mengenakan baju karung goni dibatalkan, ulangi dibatalkan” yang mengundang komentar horree yang membahana. Setelah situasi reda seorang catar memberanikan diri berani bertanya “karung dan botol kosong diapakan senior?” dan dijawab “tolong bawa ke sana” sambil menunjuk dua unit truck yang sudah disiapkan.
Kenek truck membantu memuat barang-barang, lalu kedua berangkat menuju Pasar Senen untuk menjual barang-barang itu sesuai instruksi pak ADT (waktu itu nama keluarga “T” belum dicantumkan dalam administrasi ketarunaan).
Keesokan harinya AD (belum pakai T) saya panggil: “Wir, kenapa kau perlakukan anak orang begitu”, dijawab dengan enteng “Percuma saya menjadi urang awak pak kalau tidak dapat memanfaatkan peluang menghimpun piti (uang)”.
Lebih hebatnya lagi sebagian (kecil tentunya) uang hasil menjual karung goni dan botol kosong itu disumbangkan untuk kas Senat Taruna sehingga ketua makin saya kepadanya. Saya sendiri kebagian tip ala kadarnya.
Demikianlah ADT berhasil menghimpun modal untuk menjadi anggota DPRD Jakarta, sampai mendirikan tiga gerai sepeda motor Suzuki dan lebih lanjut berkembang menjadi Ketua KADIN Jakarta Raya. Pada pemilu tahun 1992 dia juga mendaftarkan diri menjadi anggota DPR tetapi dia sangat sadar bahwa kalau masuk melalui GOLKAR peluangnya sangat kecil karena jalur GOLKAR sudah “terlalu penuh”; maka dia masuk melalui KADIN yang cukup sepi sehingga dapat melenggang manjadi anggota komisi yang membidangi ekonomi. Hebat, brilian.
Sebagai anggota DPR yang mengurusi bidang ekonomi ADT sadar bahwa banyak orang mencari dia. Bagaimana cara menghindari orang yang tidak ingin ditemui? Gampang: beliau rumah di real estat Pulau Gebang sebanyak empat unit yang saling beradu belakang lalu keempat rumah disatukan aksesnya tetapi orang luar tidak tahu supaya kalau ada yang di depan pintu tertentu dia bisa keluar dari pintu lain dan pada jalan yang lain.
Nah itulah kisah orang yang membangun bisnisnya dengan memanfaatkan otaknya yang cerdas dan sangat inovatif, tanpa melanggar undang-undang, apalagi sampai berindak pidana seperti yang dipraktekkan oleh Hendra Rahardja yang awalnya memang tindak yang diyakini sebagai perdata, tetapi sesungguhnya merupakan tindak pidana dari kategori “delik aduan”.
Begini kisah lengkapnya: tahun 1969 Hendra Rahardja melalui PT. Harapan Motor, mengimpor 400 unit sepeda motor Yamaha twin 125cc CKD. Untuk itu Hendra membuka Sight L/C with 40/60% cash deposit pada Bank of America di jalan Kali Besar Barat.
Sepeda motor tersebut sebanyak 200 unit sudah dibeli oleh Departemen Dalam Negeri dengan syarat pembayaran “cash and carry” (belum musim tender-tenderan). Ke 200 unit sepeda motor dirakit dengan kecepatan kilat dan diserahkan kepada DDN dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Sesuai prosedur yang berlaku, L/C 40/60 dibuka dengan setoran 40% dari nilai L/C yang dibayar tunai saat L/C dibuka. Sisanya sebanyak 60% merupakan bridging loan yang diberikan oleh Bank pembuka L/C supaya eksportirnya, saat negosiasi dokumen mendapat pembayaran penuh 100% dari nilai L/C karea PT. Harapan Motor mengimpor motor Yamaha CKD tersebut secara tunai (supaya harganya murah dan pak Hendra mendapat credit point karena mengimpor barang sebanyak itu secara tunai.
Adapun dana talangan 60% tersebut harus dilunasi oleh importir saat mengambil dokumen impor pada Bank pembuka L/C. Alkisah, sepeda motor CKD sudah dikeluarkan dari gudang pelabuhan Tanjung Priok menggunakan dokumen-dokumen copy yang didukung oleh Shipping Guarantee yang, seyogyanya, diterbitkan oleh Bank yang menerbitkan L/C (tetapi kalau prosedur lurus ini ditempuh oleh Hendra Rahardja, tidak ada cerita yang dapat diungkapkan di sini dan dia tidak perlu buron ke Australia).
Bank of America yang taat menjalankan etika bisnis, tidak menghubungi agen kapal untuk menanyakan tentang pengeluaran barang tetapi mengajukan pengaduan ke Polda Metro Jaya bahwa bank telah ditipu oleh importir yang telah mengeluarkan barang padahal dokumen-dokumen impornya masih dipegang oleh Bank dan belum ditebus oleh importir. Sementara itu Hendra Rahardja yang telah menyerahkan sepeda motor pesanan kepada Departemen Dalam Negeri dan mendapat pembayaran tunai, tergopoh-gopoh datang ke Bank of America untuk membayar lunas hutang talangannya sambil tidak lupa dengan takzim mohon maaf terlambat membayar hutang berhubung banyak kesibukan.
Sebenarnya kesempatan membayar hutang talangan dalam prosedur L/C 40/60% tersebut masih diberi waktu sampai hari ke 75 setelah tanggal Bill of Lading dan seandainya importir masih juga belum dapat melunasi hutang itu pada hari ke 76, dapat diatasi dengan membuka hutang baru (kredit komersial) tetapi uangnya tidak dicairkan melainkan langsung digunakan untuk membayar hutang talangan sebesar 60% dari nilai L/C tersebut dan dokumen-dokumen impor yang selama itu masih ditahan bank dapat diserahkan kepada importir untuk mengurus inklaring barang impornya. Namun kalau prosedur baku ini depenuhi, bukan Hendra Rahardja namanya.
Nah anda melihat bukan, ada “anak nakal” yang berhasil menghimpun modal melalui kecerdasan otaknya dan sedikit kenakalan tetapi ada juga yang dengan “keberanian” menipu bank besar melalui tindak pidana dari kategori delik aduan.

0 komentar:

Posting Komentar