Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Kamis, 13 Desember 2012

55 Tahun Deklarasi Juanda




55 TAHUN DEKLARASI JUANDA

Penulis kutipkan Tajuk Rencana harian umum Kompas, Kamis 13 Desember 2012, memperingati 55 tahun pengesahan “Deklarasi Djuanda” oleh Sidang Umum PBB pada 10 Desember 1957, yang berjudul seperti tersebut di atas.
Mungkin ada yang lupa, baik diingatkan bahwa sebelum dikukuhkannya Deklarasi Juanda tersebut, kedaulatan Indonesia terbelah-belah oleh laut yang berada di antara satu pulau dengan pulau lainnya di Negara kepulauan Indonesia. Konkritnya: laut Jawa yang berada di antara pantai pulau Jawa dengan pantai pulau Kalimantan misalnya, merupakan kawasan perairan internasional karena pada masa itu masih berlaku kawasan di luar jarak 12 mil laut dari garis pantai adalah wilayah internasional sehingga dengan demikian kapal yang melintas di kawasan Laut Jawa, yang dinyatakan sebagai kawasan tersebut, tidak boleh diganggu oleh aparat keamanan Indonesia karena kapal itu berlayar di laut internasional.
Adalah Perdana Menteri Indonesia Ir. Juanda Kartawijaya yang pada medio 1950-an mengajukan konsep yang bermaksud  menyatukan seluruh wilayah Negara kepulauan Republik Indonesia sebagai suatu wilayah territorial yang utuh di mana laut dan selat yang membatasi pantai satu pulau dengan pulau lainnya, merupakan wilayah laut territorial Indonesia. Luas wilayah dalam konsep wilayah laut territorial itu masih ditambah lagi dengan wilayah zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zones) seluas 200 mil dari garis pantai pulau Indonesia.
Dengan diterimanya Deklarasi Juanda tersebut oleh PBB maka beberapa aspek perlu dicermati: i). Kapal asing yang perlu melintas di dalam kawasan laut territorial Indonesia (dalam pelayaran ke Negara lain) tetap diijinkan (tidak perlu minta ijin khusus, walaupun secara etis tentu harus memberitahukan kepada penguasa Indonesia; ii). Indonesia mendapat tambahan wilayah territorial cukup besar di mana wilayah Indonesia secara mese.utuhan  menjadi sebesar 7.910 juta kilometer persegi di mana tiga perempatnya merupakan wilayah laut (perairan), juga berdaulat pada wilayah zona ekonomi khusus yang meluas keluar 200 mil dari garis pantai; iii). Sesuai dengan semangat Deklarasi Juanda, sejak tahun 1999 Indonesia telah menetapkan “Hari Nusantara” yang diperingati setiap tahun secara berpindah-pindah pada kota-kota pelabuhan penting.
Sayangnya, modal sebagai Negara maritime berwilayah maha luas termasuk keaulatan atas wilayah zona ekonomi eksklusif, belum diikuti dengan roh “orang maritime” karena masih kental perilaku sebagai “orang daratan”, warga continental yang lebih banyak berpikir mengenai pembinaan wilayah darat katimbang mengembangkan wilayah laut. Segala  yang berurusan dengan laut dikebelakangkan, yang dengan darat dikedepankan, termasuk belum adanya undang-undang kemaritiman, demikian antara lain disebutkan dalam tajuk rencana Kompas. Dikatakan lebih lanjut; laut yang mengitari 17.054 pulau (masih ribuan pulau yang belum mempunyai nama) tidak menjerat kita untuk mengenalnya, kecuali yang serakah mau meng-haki (yah, bagaimana lagi wong DPR yang tugas utamanya  mencipatakan hukum masih asyik berebut fulus melulu, tanpa mengingat undang-undang colonial yang sudah berusia ratusan tahun setiap hari selalu disebut hakim, jaksa dalam menyusun amar keputusan peradilan). 
Sering saya tulis dalam blog ini bahwa semua praktisi hukum lebih asyik menggunakan pasal-pasal KUHP, KUH-Perdata buatan penjajah Belanda hamper dua abad yang lalu dan tidak ada satupun Organisasi Advokat bahkan organisasi hakim atau jaksa yang terpikir mengajukan urun rembug bagi pembinaan undang-undang hukum nasional. Kalau ada usulan (urun rembug), mungkin orang-orang DPR dapat terbangun dari tidur lelapnya dan terbuka pikirannya membenahi hokum warisan Belanda menjadi hukum nasional.                           
Menyangkut sikap sebagai insane maritime, memang sudah ada Kementerian Kelautan dan Perikanan tetapi itu belum cukup karena konsep kelautannya belum jelas sementara pembinaan industry perikanan juga belum menyentuh substansi yang lebih penting misalnya penyediaan kapal terpadu untuk bukan saja mencari ikan tetapi juga sekaligus memproduksinya di kapal menjadi ikan kaleng atau produk bernilai tambah lainnya.
Eksplorasi kemaritiman tidak tepat kalau hanya diserahkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan karena sesuangguhnya masih jauh lebih banyak kekayaan maritime yang memerlukan penanganan menyeluruh. Sebuah Kementerian Koordinator Maritim membawahi bukan saja Kementerian Lelautan dan Perikanan melainkan juga Kementerian Perhubungan (atau: Kementerian Perhubungan Laut), Kementerian Sumberdaya Bawah Laut. Mudah-mudahan pemikiran ini memperoleh tanggapan dari Presiden SBY. Amin

0 komentar:

Posting Komentar