Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Rabu, 02 November 2011

PEMBUBARAN FREIGHT CONFERENCE

Jaman berubah, teknologi berkembang, sistempun berkembang maju, tahun 1950 ditandai dengan bergabungnya perusahaan-perusahaan pelayaran teta internasional yang melayari jalur tertentu, ke dalam asosiasi atau perhimpunan yang berjuluk Freight Conference atau Rate Agreement.
Penggabungan itu dipicu oleh persaingan sengit di antara perusahaan-perusahaan pelayaran liner service itu sendiri di mana perusahaan yang bermodal kuat tidak segan-segan menjalankan strategi “membunuh” perusahaan lain saingannya melalui penurunan biaya angkutan agar setelah perusahaan saingannya mati, si kuat tersebut dapat hidup sendiri dan secara semena-mena menaikkan lagi tingkat freight rate setinggi mungkin. Untuk memungkinkan strateginya itu terlaksana, si kuat seringkali mengoperasikan kapal ”fighting ship” yaitu kapal yang beroperasi membayangi kapal dengan trayek sama namun dengan tingkat tarip angkutan sedemikian rendah supayta perusahaan pesaingnya tidak tahan lagi lalu bangkrut. Praktek ini berlangsung sekitar tahun 1930 – 1940 dan mencapai puncaknya menjelang tahun 1950.
Pada titik kulminasi itu pengusaha-pengusaha pelayaran internasional yang peduli “good governance” memprakarsai suatu kerjasama guna mencegah praktek persaingan yang bersifat saling membunuh tersebut. Maka dibentuklah asosiasi yang bernama Freight Conference dan Rate Agreement. Bentuk Freight Conference dipilih oleh perusahaan pelayaran yang melayari trayek pengangkutan dari dan ke Eropa serta belahan dunia lainnya kecuali Amerika. Pada bentuk asosiasi ini disepakati kerjasama dalam semua aspek pengusahaan pelayaran niaga antar Negara, antara lain:
1. Penetapan pelabuhan-pelabuhan asmudera yang boleh disinggahi oleh kapal dalam kedua kutub trayek yang dilayani;
2. Penetapan jadwal pelayaran setiap kapal yang tergabung dalam asosiasi;
3. Pembagian alokasi muatan yang boleh diangkut dari dan ke setiap pelabuhan singgahan kapal (port of call);
4. Penetapan tarip biaya angkutan (freight rate) per freight tonne;
5. Peraturan pemberian potongan biaya (rebate) di mana “cash rebate” hanya diberikan kepada pelanggan yang sudah menandatangani “contract of affreightment” (kontrak pengapalan) sedangkan pengirim lain diberikan “deffered rebate” yaitu rabat yang baru dapat dicairkan tiga bulan setelah saat pengapalan, itupun kalau selama waktu itu si pengirim barang mengapalkan barangnya hanya dengan menggunakan kapal anggota Conference yang bersangkutan;
6. Bentuk Rate Agreement dipilih oleh perusahaan pelayaran yang berbasis di USA dan negeri-negeri di benua Amerika lainnya yang hanya membuat kesepakatan mengenai dua aspek saja, yaitu tentang freight dan rabat, aspek-aspek lain dibebaskan menurut kehendak setiap anggota Conference.
Selama kurun waktu setengah abad lebih perusahaan-perusahaan pelayaran liner service menikmati pendapatan freight yang tinggi tanpa saingan yang berarti karena negurus Conference selalu menjaga kinerja anggota-anggotanya dalam memberikan service prima kepada pelanggannya, termasuk ketepatan dalam melaksanakan jadwal pelayaran yang sudah ditetapkan, pelayanan claim yang cepat dan nyaman dan seterusnya. Bertahun-tahun para pemerhati mengecam praktek kartel ini tetapi Freight Conference dan Rate Agreement tetap saja berjalan dengan nyaman karena para pebisnis dalam general merchandise merasa tidak terganggu karena bagi mereka kepastian pelayaran dan kepastian penyamaian barang ke tujuan lebih penting dariada freight yang lebih rendah.
Adapun tarip biaya angkutan yang tinggi itu diantaranya adalah iuran Conference yang besar, biaya organisasi yang juga besar karena harus membuka kantor cabang dan atau agen di pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi kapal-kapalnya dan juga karena Conference, setiap enam bulan sekali mengadakan rapat anggota, berpindah-pindah di kota-kota yang bernuansa pariwisata berkelas.
Satu dua perusahaan pelayaran liner service yang peduli untuk mengenakan biaya angkutan yang lebih rendah, diposisikan supaya tidak tahan, menyerah dan terpaksa bergabung ke Conference. Yang terkenal di antaranya adalah perusahaan pelayaran Evergreen Line dan Yang Ming Line yang keduanya berbasis di Asia Timur. Kedua perusahaan itu beroperasi sebagai “Non Conference Liner” sehingga tidak terkena pembayaran iuran yang mahal, bebas biaya rapat semesteran, maka taripnya dapat ditekan rendah. Terbukti kedua perusahaan tersebut “tidak tahan” dan terpaksa masuk mernjadi anggota FEFC (Far East Freight Conference) dan ternyata Conference tersebut sudah dibubarkan per 2008.
Sebenarnya payung hukum yang mendasari penutupan Conference sudah dikeluarkan cukup lama tetapi cukup menarik bahwa pembubaran FEFC baru berlangsung sepuluh tahun kemudian. Pada tahun 1998 negara USA mengeluarkan undang-undang Ocean Shipping Reform Act (OSRA) yang segera diikuti oleh counterpartnya di Eropa.
Dengan dibubarkannya Conference menyusul undang-undang reformasi shipping, apakah praktek “fighting ship” akan berulang lagi, perusahaan pelayaran ada yang mati lalu timbul conference lagi, begitu seterusnya? Penulis yakin sejarah tidak akan berulang dengan cara seperti itu karena masa kini hubungan antar Negara sudah berjalan lebih baik. Walaupun demikian penulis merasa terketuk hati dengan praktek diferensiasi tarip biaya angkutan dalam system angkutan peti kemas yang kita alami sekarang.
Sebagaimana kita amati, kalau eksportir mengapalkan “less than container load” LCL breakbulk shipment, dikenai biaya angkutan berdasarkan tarip individual rate per tonne atau per 40 cubic feet. Tetapi kalau barang ekspor miliknya itu oleh eksportir diserahkan kepada freight forwarder dan perusahaan terakhir ini men-stuff/konsolidasikannya ke dalam peti kemas lalu dikapalkan sebagai FCL shipment, dikenakan biaya angkutan berdasarkan tarip “box rate” yang jauh lebih rendah. Tidak ada yang salah dalam praktek ini walaupun pihak freight forwarder mendapat “margin” yang aduhai dan di samping itu pihak shipping line juga diuntungkan dalam hal masa singgah kapal di pelabuhan atau “turn round time” yang lebih pendek. Hanya saja, bagi pemerhati shipping rasanya kok ada yang tidak pas dalam hal ini, pak Maman Permana dari Mappel (Masyarakat Peduli Shipping), mungkin tergerak menggelar talk show khusus di TV seperti yang aca kali kita simak. Bagaimana

0 komentar:

Posting Komentar