Pengikut

maritime script

web site hit counter

About Me

Foto Saya
Konsultan Maritim
Jakarta Timur, DKI Jakarta, Indonesia
Konsultan Maritim,lembaga untuk pemberian pendidikan dan pelatihan bidang kemaritiman khususnya angkutan laut niaga termasuk penyediaan buku-buku terkait baik yang dikarang oleh blogger sendiri maupun buku lainnya.Buku yng dikRng oleh Drs. FDC. Connie Sudjatmiko, MM antara lain: 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal, 3. Hukum Dagang Laut Bagi Indonesia, 4. Sistem Angkutan Peti Kemas, 5. Pabean Ekspor Impor, 6. Ensiklopaedia Maritim. Buku-buku tersebut dapat dipesan melalui blog ini.
Lihat profil lengkapku

Sponsored by

Senin, 28 Mei 2012

JUAL BUKU ONLINE

JUAL BUKU ONLINE
MASALAH TRANSPORTASI LAUT


Kurang lebih dua tahun yang lalu saya menyerahkan enam judul buku karangan saya kepada Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Capt. Yan Risuandi dengan permohonan sudilah kiranya bapak Ketua STIP membeli hak cipta buku-buku tersebut dan diterbitkan oleh STIP untuk disedarkan kepada sekolah-sekolah yang sejenis di Indonesia. Semua buku karangan saya mengambil pembahasan tentang “shipping business” termasuk Asuransi Maritim. Kalau bapak Ketua bersedia mengabulkan permohonan tersebut, tentunya saya akan menerima uang yang cukup lumayan nominalnya dan STIP juga dapat terangkat kredibiltasnya sebagai perguruan tinggi yang memberi kesempatan tenaga pendidiknya meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Permohonan tersebut tidak ditolak atau disetujui tetapi buku-buku ditutunkan kepada Ketua Jurusan Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga dan Kepelabuhanan dengan pesan supaya direvisi seperlunya untuk nantinya dipertimbangkan lebih lanjut. Ketua Jurusan, setelah membaca buku-buku lalu memanggil saya untuk menginformasikan amanat bapak Ketua.
Segera saya mengambil langkah melakukan revisi dan dalam waktu satu tahun tiga judul buku selesai sdaya revisi (mungkin “baru” mencapai 90% lebih dan kuyakin penyelesaian penuh dapat dikerjakan sambil jalan, sambil menunggu audiensi kepada bapak Ketua. Ketiga judul buku tersebut adalah 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal dan 3. Sistem Angkutan Peti Kemas yang kuanggap lebih penting diterbitkan terlebih dahulu. Saya juga, dengan membawa contoh print out ketiga buku tersebut, berkunjung ke kantor kelompok penerbit Gramedia tetapi harus kecewa bahwa omset penjualan buku tidak dapat mencapai total 3.000 eksemplar dalam waktu satu tahun, yang merupakan persyaratan utama bagi penerbitan murni (pengarang hanya menyerahkan naskah buku dan penerbit menangani semuanya). Sebagai alternatif, buku dapat diterbitkan melalui opsi kerja sama yaitu pengarang mencari mitra yang dapat menyediakan dana bagi biaya penerbitan buku sebanyak 50% dari jumlah yang diperhitungkan dan akan diberi buku separo untuk dijual sendiri sementara sisanya dijual oleh kelompok toko buku Gramedia. Pengarang akan mendapat royalti dari buku yang dijual oleh kelompok toko buku Gramedia. Penyediaan dana 50% berlaku bagi setiap judul buku yang dikehendaki diterbitkan melalui opsi kerjasama ini.
Waduh, saya tidak punya uang puluhan juta rupiah untuk memenuhi opsi itu, kataku, lalu saya sampaikan masalah itu kepada famili yang diyakini mempunyai tabungan cukup banyak untuk dapat menyetorkan modal cukup bagi penerbitan buku dalam opsi ini tetapi belakangan, setelah dihitung-hitung dia menyatakan tidak dapat membantu.
Suatu saat saya membaca iklan seminar gratis membuka bisnis online, diselenggarakan di gedung mewah JDC (Jakarta Design Center), langsung saja saya mengikuti seminar itu sambil merasa yakin itu hanya pancingan saja untuk suatu acara berbayar. Dugaan saya tidak salah, sebelum seminar selesai panitia memberitahukan bahwa seminar akan dilanjutkan dengan lokakarya (workshop) dua hari dengan biaya Rp.3.300.000.- sampai mahir (kalau belum mudeng boleh ikut lagi tanpa bayar sampai mahir). Kalau bayar DP Rp.300.000.- hari itu, biayanya turun menjadi Rp.2.600.000.- dan kalau bayar tunai hari itu cukup dengan Rp.2.300.000.- sudah termasuk pembuatan dan pendaftaran website pada Wordpress sebesar Rp.350.000.-, CD seharga Rp.200.000.- dan membuat blog khusus (tidak disebutkan berapa biayanya).
Pas saldo saya masih penuh, tanpa pikir panjang lagi kucabut kartu ATM saya dan digesek senilai Rp.2.300.000.- lalu besoknya mengikuti lokakarya. Besoknya lagi (hari kedua) kuajak anakku ikut, untuk mendampingi kalau-kalau aku tidak mudeng mengikuti presentasi berkecapatan tinggi, maklum sudah uzur. Perlu diketahui bahwa pihak penyelenggara lokakarya menekankan bahwa kalau peserta worshop kurang bisa mengikuti pelajaran, bisa ikut terus sampai mahir, tanpa bayar. Memang langkah ini harus diambil karena workshop dilaksanakan tanpa seleksi, tanpa segmentasi padahal ketrampilan peserta dalam IT sangat beragam, seharusnya dipilah-pilah antara yang sudah jago IT (komputer) dan mana yang baru mulai mengenal komputer.
Rupanya instruktur/penyelenggara workshop merasa kurang nyaman kalau harus melakukan pemilahan peserta karena pasti akan memerosotkan jumlah peserta; lebih pas memberikan kesempatan ikut kursus terus-menerus kalau belum mudeng dengan materi yang diberikan. Toh kalau ikut terus menerus peserta tidak harus membayar kecuali untuk konsumsi sebesar Rp.150.000.- sehari (yah bagaimana lagi wong trend peserta workshop hanya mau ikut kalau diselenggarakan di gedung mewah). Dengan ikut lagi dan lagi mungkin instruktur mendapat masukan, termasukan masukan peserta baru karena promosi dari peserta yang sudah ikut. Seperti yang saya alami, sehari setelah kursus selesai (saya mengikuti angkatan ke-3) saya sudah mendapat konfirmasi bahwa angkatan berikutnya akan dilaksanakan tanggal 15 dan 16 Mei 2012 di tempat yang sama (belakangan ditunda jadi tanggal 31 Mei dan 1 Juni).
Anak saya ngomel-ngomel buang-buang uang saja katanya, kita kan sudah mendapat modul, nanti bapak saya ajari saja sampai mahir namun saya memutuskan tetap ikut, mungkin ada bahasa yang berbeda dari presenter sehingga lebih mudah dimengerti (lebih mudeng).

DL: HALUAN BERUBAH

! D:\FDCS MARITIME BLOG.doc: The archive is either in unknown format or damaged
! D:\FDCS MARITIME BLOG.doc: The archive is either in unknown format or damaged
DL: HALUAN BERUBAH

Blogger “harus” menyampaikan apresiasi kepada Menteri BUMN bapak Dahlan Iskan, mengenai keputusannyan untuk mengoperasionalkan PT. Persero Djakarta (DL). Wah, menteri kok mencla-mencle begitu, mungkin anda berkomentar begitu; baru kemarin dia menyatakan tidak akan menghidupkan kembali DL seperti blogger ceritakan, eh sekarang berubah pikiran mau mengoperasionalkannya. Bagaimana menteri yang mencla-mencle dan menghamburkan dana rakyat (APBN) seperti diperahankan terus dalam kabinet Indonesia Bersatu jilid II? Simpan dulu komentar negatif anda setidaknya sampai selesai membaca kisah ini.
Menteri Dahlan Iskan sama sekali tidak mencla-mencle dan tidak menghamburkan dana APBN, justru beliau mengambil keputusan yang strategis sekali dan penuh pertimbangan matang dan realistis. Beberapa saat yang lalu beliau menetapkan menolak menghidupkan kembali DL karena menolak skema menghidupkan DL seperti kondisi semula yaitu sebagai perusahaan pelayaran internasional karena selama ini semua orang tahu, sejak beberapa tahun sebelumnya DL tidak mempunyai uang untuk membayar pengacara guna membebaskan kapal gurem miliknya yang ditahan di Singapore.
Kalau sudah begitu kondisinya dan mau dioperasinalkan kembali seperti semula, dana APBN lima tahun dikucurkan semua sekaligus juga tidak akan cukup. Sementara itu para petinggi yang berpikiran realistis menjaring masukan dari beberapa pensiunan DL yang pakar financing, pakar manajemen dan operasi perusahaan pelayaran yang ringkasannya dinaikkan kepada Menteri BUMN dan Menteri menetapkan untuk mengoperasionalkan kembali DL tetapi dengan haluan baru, haluan yang dirubah. DL akan diberi tugas baru sebagai pengangkut batubara dari sentra produksi ke kilang-kilang PLN (dan tentunya juga ke pemesan lain sesuai keadaan).
Untuk memungkinkan tugas itu terlaksana, sudah ada design untuk menggandeng perusahaan lain yang mempunyai atau mengoperasikan kapal bulk carrier pengangkut batubara untuk bergabung ke DL dalam pola KSO. Mungkin blogger akan tidak memperoleh akses bagi informasi mengenai design akhir KSO tersebut namun mengingat pengalaman DL dalam operasi pelayaran samudera maka dalam usaha gabungan itu DL akan diposisikan sebagai operator. Mungkin juga ada masukan bahwa operasi pengangkutan oleh perusahaan lain itu kurang mantap dan dipertimbangkan DL sebagai operator dapat meningkatkan operasi.
Hal yang sudah pasti adalah bahwa sebagaimana diinformasikan oleh seorang sahabat, pensiunan DL, para pensiunan akan mendapat bayaran tunai sebanyak uang pensiunan bulanan yang masih tertunggak, demikian juga pegawai aktif sekitar 70% akan dibayar tunai (tentunya dengan nominal lebih besar) dan hanya sekitar 30% pegawai tetap akan “dipakai”.
Menyimak solusi yang dirancang pleh Menteri BUMN, tampaknya perhitungan blogger mendekati kebenaran yaitu bahwa Menteri BUMN tidak menelantarkan pegawai-pegawai yang setia kepada DL dan para pensiunan ditambah pegawai yang “tidak terpakai” akan menerima bayaran putus, artinya tidak akan mendapat bayaran lainnya lebih lanjut. Sekali lagi, solusi inilah yang paling sesuai yaitu di satu sisi DL tidak dilikwidasi namun diperhatankan hidup walaupun dengan haluan yang dirubah. Hal ini juga, menunjukkan keputusan strategis yang realistis karena Pertama, tidak perlu merekrut tenaga ahli marketing yang jempolan karena pasa batubara sudah ada, tinggal meningkatkan saja. Kedua, dengan pemantapan operasi kapal, ada peluang DL sebagai ocean carrier dapat diraih. Amin.
Jumat, 25 Mei 2012

ROTTERDAM RULES TIDAK PENTING?

Jakarta, 26 Mei 2012.

Hallo there, maaf ini bahasanya campur-campur. Begini, baru saja blogger mem-posting artikel berjudul INDONESIA: KETINGGALAN PERAHU ROTTERDAM RULES? Dalam artikel itu blogger merasa tidak ragu-ragu mengkritik Perwakilan Republik Indonesia di Den Haag negeri Belanda yang sepertinya tidak mengambil tindakan apa-apa dalam upacara penandatanganan Konvensi The Rotterdam Rules, berbeda dari negara Madagascar misalnya yang juga merupakan negara maritim namun ukurannya 'kan kecil, Termasuk tentunya: tidak mengambil tindakan apa-apa dalam proses penciptaan konvensi, yaitu inter-governmental negotiations, yang sudah berlangsung sepuluh tahun sebelumnya? (Lihat artikel blog sebelumnya).

Bagaimana dengan Republik Indonesia ini, negara maritim maha besar berbentuk kepulauan yang hutan belantaranya masih diakui sebagai paru-paru dunia namun potensi kemaritimannya sangat, sangat jauh merosot terutama sejak tahun 1984 dengan kebijakan scrapping kapal-kapal nasional berusia 25 tahun padahal masih banyak kapal berusia tua yang masih layak operasi karena pemeliharaannya cukup baik.

Sekarang dalam kaitan dengan pembubaran PT. Persero Djakarta Lloyd (DL) masih ada juga suara yang menyayangkan keputusan menteri BUMN Dahlan Iskan yang tidak bersedia menghidupkan kembali DL. Mereka (yang menginginkan difungsikannya kembali DL itu memang adalah orang-orang yang terkekang nostalgia buta tanpa mengingat prasyarat untuk memfungsionalkan DL. Taruhlah Pemerintah RI memp;unyai cadangan dana dalam jumlah tidak terbatas, berapa harus dikucurkan untuk keperluan mengoperasionalkan kembali DL itu. Berapa harga satu unit kapal peti kemss sekedar berkapasitas 5000 TEU? Ataukah asal sekedar hidup saja dengan kapal gurem kapasitas 200 TEU. Bangun bung, raksasa shipping Maersk Line, perusahaan swasta tidak didukung oleh dana APBN negaranya, kapal-kapalnya berkapasitas belasan ribu TEU sementara DL, punya kapal gurem saja ditahan di Singapore tidak punya ongkos untuk menariknya kembali ke Indonesia untuk, ya untuk apa ya kapal se-"besar" itu selain sebagai feeder bagi kapal Indonesia lainnya dalam trayek interinsuler?

Berpikirlah realistis sobat, marilah kita berusaha supaya jiwa maritim kita benar-benar tumbuh kembali dan tidak sekedar menghafal lagu nenek moyangku orang pelaut tanpa perlu mengingat bahwa kakek moyang itu, sebelum Belanda datang menjajah Indonesia, sudah mampu melayarkan perahu layar catamaran yang berlayar sampai ke Madagascar. Toh negeri maritim kecil itu "merasa perlu" menandatangani piagam pembentukan Konvensi The Rotterdam Rules karena yakin, betapapun kecilnya potensi pelayaran niaga Madagascar dalam kancah pelayaran niaga global, toh mereka dapat melihat betapa pentingnya Konvensi The Rotterdam Rules itu (dan karena itu PBB tergerak untuk mengadopsinya sebagai Konvensi PBB?

Lalu di mana peran Indonesia, apakah para petinggi negara kita sekarang sengaja mau mengerdilkan peran Indonesia dalam kancah kemaritiman sementara Madagascar, juga negara kecil Afrika yaitu Mali merasa perlu proaktif dalam ajang ini? Aktivitas proaktif apa yang dapat diharapkan bangsa ini dari para petinggi negaranya, termasuk perwakilan di Belanda, di PBB, di Inggeris, di USA. Bangun bung, bangun dan proaktif mengangkat kembali derajad maritim negara tercinta ini; jangan hanya senang-senang jadi pegawai negeri dengan gaji dan pendapatan yang aduhai tetapi tidak perduli dengan perkembangan bangsanya.

Blogger sendiri mempunyai seorang junior yang setelah sukses pada Departemen Perhubungan, Ditjen Perhubungan Laut lalu menjadi Kakanwil Perhubungan Laut di Sulawesi sana dan akhirnya menjelang masa pensiun ditetapkan sebagai Atase Perhubungan di London dan pada penghujung misi PNS-nya pulang bermukim kembali ke tanah leluhurnya di Sulawesi Utara sana dan ......mendirikan hotel? Apakah semua petinggi negara, semua seperti ini orientasi hidupnya: yang penting hidup senang untuk kepentingan diri dan keluarga, biarlah kepentingan negara, biarlah urusan peningkatan derajad kemaritiman diurus oleh orang lain.

Lalu orang lain mana pula itu kalau semua PNS berorientasi serupa? Orientasi untuk kesenangan hidupnya sendiri dan keluarga?! Ya Tuhan, berilah Indonesia orang-orang yang perduli kepada perkembangan dan kemajuan negaranya, bukan hanya kemajuan untuk diri dan keluarganya saja. Amin.

INDONESIA: KETINGGALAN PERAHU ROTTERDAM RULES!? Tahun-tahun terakhir ini sun

INDONESIA:
KETINGGALAN PERAHU ROTTERDAM RULES!?


Tahun-tahun terakhir ini sungguh banyak perubahan berkaitan dengan pengangkutan barang melalui laut dan pengangkutan barang pada umumnya, terutama yang terkait dengan tanggung jawab para pelaku pengangkutan. Diawali dari tahun 1998 (sudah lama ya?!) saat Amerika Serikat mengundangkan OSRA 1998 (Ocean Shipping Reform Act) yang intinya mendorong para pelaku bisnis pengangkutan laut internasional agar berperilaku sesuai semangat persaingan yang jujur. Di Amerika Serikat sudah sangat lama diberlakukan undang-undang Anti Trust yaitu the Sherman Act 1890 tetapi OSRA 1998 “merasa perlu” mencerca Asosiasi “Shipping Conference” sebagai kartel yang sejak tahun 1950 beroperasi sebagai pelaku monopoli yang menjalankan misi mengangkat setinggi-tingginya harga jasa angkutan laut (rate of freight).
Conference sejak tahun 1950 beroperasi sebagai kartel, tanpa patuh kepada undang-undang anti trust yang berlaku, demikian disimpulkan dalam konsiderans OSRA..
Undang-undang OSRA ini, satu dasawarsa kemudian (tahun 2008) mendorong dibekukannya operasi Far East Freight Conference (FEFC) yang selama itu menangani kerjasama pengangkutan barang antara Timur Jauh (China – Korea – Jepang) dengan negara-negara di Eropa. Sebelum waktu itu, badan Dunia PBB pada tahun 1978 mengadopsi the Hamburg Rules yang merupakan konvensi internasional yang dimaksudkan untuk menggantikan the Hague Rules yang sudah berlaku sejak tahun 1924.
Berikutnya, dalam Sidang Umum PBB tahun 2008 Badan Dunia itu mengadopsi suatu konvensi internasional yang disebut “the Rotterdam Rules” yang upacara penandatanganannya berlangsung pada tanggal 20 – 23 September 2009 di Rotterdam. Nama resmi Rotterdam Rules adalah: International Convention on Contracts for the International Carrying of Goods Wholly or Partly by Sea” Konvensi baru ini dimaksudkan untuk menggantikan beberapa konvensi internasional yang sudah tidak layak lagi diaplikasikan karena belum mengandung pengaturan yang sejalan dengan teknologi informatika.
Beberapa konvensi internasional yang sudah “tidak layak pakai” lagi karena antara lain belum mengandung aturan tentang e-mail documentation adalah: the Hague Rules 1924, Hague – Visby Rules 1968, juga the Hamburg Rules 1978. Menarik perhatian, sekaligus juga memprihatinkan bahwa Indonesia, sebagai negara maritim terbesar sedunia, sampai the Hamburg Rules “digugurkan dalam kandungan” oleh ibu kandungnya yaitu PBB, belum juga meratifikasi kovensi the Hamburg Rules, bahkan the Hague Rules juga luput dari ratifikasi oleh RI.
Betul “setiap hari” blogger mendengar orang mempercakapkan tentang Indonesia sebagai negara maritim yang diurus oleh orang-orang yang bermental continental namun sejauh ini blogger mengamati ucapan itu sebagai canda ria dan bukannya kritikan resmi karena blogger tahu bahwa pada perwakilan Indonesia di negara-negara besar seperti Inggeris, AS ditempatkan Atase Perhubungan yang berkonotasi pendidikan maritim. Mosok iya sih mereka tidak ada yang mengamati informasi tentang konvensi Rotterdam Rules 2009 yang proses penciptaannya sudah berlangsung sejak tahun 2001. Apakah Yang Mulia Dubes atau utusannya, saat menghadiri sidang-sidang PBB sejak tahun itu sampai dengan tahun 2008 tidak “mengendus” informasi tentang akan adanya konvensi baru? Dalam kutipan di bawah ini blogger akan menyampaikan kronologi terciptanya Rotterdam Rules, diambil dari release resmi konvensi tersebut:
“The Rotterdam Rules have been prepared in inter-governmental negotiations that lasted for over 10 years by the United Nations Commission for International Trade Law (UNCITRAL). On the other hand the Comite Maritime International (CMI) conducted the preparatory work on the Convention at the request of UNCITRAL including a preliminary draft text for the Convention.
The signing ceremony was held in Rotterdam from 20 to 23 September 2009. In the meantime the following 24 countries have signed the Convention: Armenia, Cameroon, Congo, Democratic Republic of the Congo, Denmark, France, Gabon, Ghana, Greece, Guinea, Luxembourg, Madagascar, Mali, The Netherland, Niger, Nigeria, Norway, Poland, Senegal, Spain, Sweden, Switserland, Togo, and the United States of America, all together representing 25% of the world’s trade. In the meantime the Spain has become the first nation to ratify the Rotterdam Rules.
Also the European Community Shipowners Association (ECSA), the International Chamber of Shipping (ICS), BIMCO and the World Shipping Council (WSC) have greatly welcomed the clear recommendation by the European Parliamment that EU Member States should move “speedily to sign, ratify and implement the UN Convention on Contracts for the International Carriage of Goods Wholly or Partly by Sea, known as the “Rotterdam Rules”, establishing the new maritime liability system”
The Rotterdam Rules, adopted by the United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) will replace the existing cargo liability regimes such as the Hamburg Rules and Hague-Visby Rules. Shipowners Organisations firmly believe that this will achieve greater global uniformity for cargo liability, facilitating e-commerce through use of electronic documentation, reflecting modern “door-to-door” services involving other modes of transport in addition to the sea-leg and “just in time” delivery practices.
Following a through and detailed analysis of the Rotterdam Rules, ECSA, ICS, BIMCO and WSC have all concluded that this important new regime must be promoted by the industry to avoid the risk of a proliferation of regional cargo liability regulation.
Dari kutipan press release the Rotterdam Rules yang cukup lengkap tersebut beberapa hal penting dapat dicatat: Pertama, nama Indonesia atau the Republic of Indonesia tidak tercantum sebagai satu di antara ke 24 negara penandatangan piagam pembentukan konvensi internasional itu sementara Spanyol tercatat sebagai negara pertama yang meratifikasi konvensi baru itu (Indonesia kapan ya, ataukah akan ketinggalan perahu lagi?). Sebagai insan Indonesia yang mengaku masih mempunyai naluri maritim, blogger sungguh prihatin dengan catatan pertama ini.
Semoga bapak Dirjen Perhubungan Laut atau Menteri Perhubungan membaca artikel dalam blog ini dan khusus menyimak alinea terakhir dalam kutipan di atas terutama bagian kalimat yang berbunyi: “.......firmly believe that this will achieve greater global uniformity for cargo liability” dan “.....reflecting modern “door-to-door services”.
Sebagai catatan kedua adalah biarlah Indonesia telah ketinggalan perahu tidak mengikuti perkembangan sampai pengesahan konvensi baru ini sejak awal mulai tahun 2001 yang oleh press release tersebut dicatat sebagai tahap negosiasi antar negara (inter-governmental negotiations) sehingga tidak diundang untuk menandatangani piagam pembentukan konvensi, namun kalau kedubes Indonesia di Den Haag Belanda mempunyai kepedulian mengenai konvensi yang sangat penting bagi kita tersebut, kiranya yang Mulia Dubes proaktif mencari segala sumber informasi yang dapat membuat Indonesia mengejar ketertinggalan itu sehingga Indonesia tetap dapat mengikuti perkembangan konvernsi maha penting itu.
Jangan kiranya Dubes mengambil sikap: “ ah sudahlah, kita sudah ketinggalan perahu, tunggu perkembangan berikutnya saja”.
.
Selasa, 22 Mei 2012

KEMBARA BAHARI RAMA RAMBINI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR

Cinta Bahari
PELAYARAN KEMBARA BAHARI RAMA TERTUNDA

(Judul berita bergambar petualang maritim Robert “Rob” Rama Rambini,
dikutip dari KOMPAS, 22 Mei 2012 halaman 22).

Denpasar, KOMPAS. Pelayaran solo Robert “Rob” Rama Rambini mengikuti jalur maritim tradisional di kawasan Indonesia Timur, dalam ekspedisi Kembara Bahari, tertunda. Sampai Senin (21/5), Rama masih tertahan di Bali, yang menjadi titik awal pelayarannya itu.
Semula, Rama dijadwalkan berangkat hari Minggu, tetapi pelayarannya terkendala angin. Senin pagi, Rama sudah berlayar dengan kapal layarnya meninggalkan perairan Benoa, Bali. Namun kapal SV Kona, kapal layar yang digunakannya, mengalami gangguan mesin. Rama pun kembali ke Benoa. ”Mesin kapal mendadak mati”, kata Rama.
Menurut Rama, matinya mesin kapal itu disebabkan bahan bakar tercampur air. Senin sore, mesin kapal SV Kona selesai diperbaiki dan bahan bakarnya sudah diganti. Namun, Rama kembali tak bisa berlayar akibat terkendala angin. Ia berencana meneruskan pelayarannya pada Selasa pagi ini.
Rama adalah pelayar asal Indonesia yang tahun lalu menyeberangi Samudra Pacific seorang diri. Ia berlayar dari Oakland, California, Amerika Serikat, ke Bali. Dalam pelayarannya itu, Rama memakai kapal SV Kona. Kapal layar tipe sloop berukuran panjang sekitar 9 meter itu kembali digunakan Rama dalam pelayaran Kembara Bahari ini.
Kembara Bahari: Lintasan Timur Jangkar leluhur untuk merekam jalur maritim tradisional di kawasan Indonesia timur dan memahami kebudayaan Indonesia yang kesehariannya erat dengan laut. Kembara Bahari juga bertujuan menggugah jiwa dan semangat jiwa dan semangat kebaharian generasi muda dan memotivasi masyarakat untuk melestarikan laut.
Rute pelayaran Kembara Bahari akan melintasi 29 titik dinggah, seperti di Lombok, Sumbawa, Flores, Lamalera, Banda, Ambon, Talaud, Bitung, Buton, Bawean, Sumenep dan Kalisangka. Pelepasan pelayaran Rama itu sudah dilakukan hari Minggu lalu oleh Kepala Dinas Pembinaan Potensi Maritim TNI Angkatan Laut (AL) Laksamana Pertama TNI Kingkin Suroso.
Pelayaran Kembara Bahari diperkirakan menempuh jarak sejauh 3866 nautical mile (NM) atau 7.159,8 kilometer (km), dan membutuhkan waktu lima bulan. Rama diperkirakan kembali ke Benoa pada November mendatang. Demikian berita yang dikumpulkan oleh reporter KOMPAS berkode COK.
Blogger mengutip berita ini selengkapnya untuk mengapresiasi jiwa bahari Rama Rambini yang selama belum pernah dipublikasikan namun seorang diri melakukan pelayaran lebih dari setengah lingkaran dunia (California – Bali) dan kini pelayarannya diulangi dengan “menapak tilas” jalur maritim Indonesia bagian timur. Semoga pelayaran berikutnya yang sempat tertunda tersebut, betul-betul membangkitkan jiwa bahari anak Indonesia dan juga blogger berharap pejabat-pejabat terutama yang terkait kemaritiman di kota-kota yang akan dijadikan titik singgahan seperti disebutkan di atas, dapat memberikan bekal perjalanan yang meningkatkan jiwa bahari anak bangsa Indonesia.
Memang, di tengah gersangnya jiwa kebaharian bangsa Indonesia, langkah yang ditempuh Rama berkeliling dunia dan keliling Indonesia itu sungguh sangat diapresiasi. Blogger berharap kiranya petinggi-petinggi pemerintahan daerah yang akan menjadi titik singgah Rama di Lombok dan sebagainya itu, berkenan memberikan sambutan penerimaan yamng meriah dan kalau di kawasan pemerintahan daerahnya ada sekolah kemaritiman berbentuk Akademi Maritim, Sekolah Pelayaran atau lainnya, kiranya dapat mengerahkan anak-anak didik, taruna, murid Sekolah Pelayaran untuk setengah hari, minimal beberapa jam mengadakan temu wicara dengan Rama saat kapalnya masuk ke pelabuhan di kawasan terkait.
Blogger yakin, kalau taruna, murid, anak didik mendapat kesempatan tatap muka dengan Rama, minimal dapat memperoleh pengalaman Rama mengarungi samudera dunia dan hal itu, menurut keyakinan blogger betul-betul menanamkan jiwa kemaritiman secara konkrit. Kepada Redkasi Kompas juga diharapkan kesediaannya melakukan liputan barang satu kali di kota pelabuhan menurut pilihan Kompas. Blogger yakin reportase itu akan lebih meningkatkan pemahaman bahari anak didik kita. Juga diharapkan Metro TV dan Elshinta TV mengambil bagian reportase yang serupa. Amin.
Sementara itu dari itinerary yang disebutkan di atas tidak disebutkan Jakarta sebagai salah satu tempat kunjungan. Mungkin ada baiknya menyarankan kepada Rama agar menghubungi pimpinan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran di Marunda Jakarta yang mempunyai marina sendiri, mungkin baik mengunjungi kampus tersebut yang serba lengkap dan perahu pak Rama dapat masuk langsung ke marina. Semoga.
Senin, 21 Mei 2012

PLAZA TELKOM PRUMPUNG

PLAZA TELKOM PRUMPUNG

Blogger menyajikan blog ini untuk menyampaikan uneg-uneg berkait dengan masalah kemaritiman, sebagai pengarang buku kemaritiman (satu-satunya, di negara maritim terbesar sedunia, yang masih diberi umur oleh Tuhan Seru Sekalian Alam (namun yang masih harus menelan kekecewaan karena “satu dan lain hal” buku karyanya hilang dari peredaran dan sekarang, tepatnya sejak dua tahun yang lalu, berusaha menjual buku online. Blogger sendiri masih belum cukup lancar berinternet tapi berusaha terus. Surat ini merupakan salah satu artikel non-maritim yang kutulis dalam blog ini.
Satu atau dua kali blogger, yang sudah merintis usaha jual buku online sejak dua tahun yang lalu, menulis artikel non maritim. Mudah-mudahan bapak/ibu Direksi PT. Telkom TBK berkenan mengunjungi blog ini sebagai melengkapi surat saya dalam kotak saran yang dicemplungkan oleh execitive Telkom tigabelas jam yang lalu.
Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan suasana di ruang pelayanan pelanggan di Plaza Telkom Prumpung, Jakarta Timur yang seperti pasar, kontras sekali dengan yang kulihat bulan sebelumnya: suasana teduh, semua pelanggan menonton TV besar dan pasti mendengar panggilan nomor antrian karena operator memanggilnya dari loudspeaker PA System. Satu pasar customer dengan gelisah duduk (banyak juga yang berdiri) menunggu panggilan yang tidak terdengar, karena tidak pakai PA loudspeaker. Saya celingak-celinguk mencari tempat duduk ketika seorang anak muda bangkit berdiri sambil menegur “mau duduk pak”, oh ya terima kasih jawabku. Sekitar sepuluh menit duduk saya merasa tidak akan mendengar panggilan, maka ketika ada kursi lowong pindah mendekati konten 8 – 9. Hampir dua jam lamanya baru mendapat pelayanan.
Sambil dilayani saya nyeletuk: “Sistem yang berjalan kemarin sangat bagus kok dirubah jadi tanpa pengeras suara sih mbak” yang dijawab sambil tampak takut: “Iya pak, tenggorokan jadi serak panggil-panggil kastemer tapi tidak ada. Bapak tulis kotak saran saja siapa tahu direksi mengganti kembali ke sistem yang dulu”.
Saya masih sempat menyahut lagi: “Betul, dengan sistem PA kan semua pelanggan bisa mendengar panggilan yang berjalan dengan kecepatan tinggi karena cashier yang sudah selesai melayani, menekan tombol sehingga saat itu juga operator pembaca nomor pelanggan tahu cashier mana yang sudah bebas dan dia langsung mengarahkan pemegang kartu antrian ke konter itu.
Kenapa sistem yang sangat bagus begitu diganti ya, apa komputernya rusak atau direksi Telkom berusaha mengirit biaya operasional walaupun pelanggan jadi kecewa seperti ini, mbak sudah panggil-panggil tidak terdengar. Mungkin pelanggan pergi ke tempat lain dulu nanti kembali lagi. Saya sendiri ini dua jam baru mendapat pelayanan, dulu-dulu lebih cepat kataku mengakhiri percakapan”.
Senin, 14 Mei 2012

RETROSPEKSI (2)

Artikel yang masih baru yang penulis unggah dalam blog ini menyangkut ketidak-sediaan Menteri BUMN Dahlan Iskan menghidupkan kembali PT. (Persero) Djakarta Lloyd (DL) yang memang sudah mati suri tidak mampu lagi membayar gaji pegawainya bahkan juga tidak mampu membayar pensiunannya. Kegiatan perusahaan juga sudah tidak ada karena “kapal gurem” yang dimilikinya ditahan di Singapore, tidak punya uang untuk membayar pengacara guna memenangkan gugatan kepada Pengadilan Singapura, dan seterusnya, dan sebagainya. Anehnya, masih ada juga oknum-oknum yang ngotot minta supaya DL dihidupkan lagi, dalihnya: kita kan negara maritim, malu dong punya satu perusahaan pelayaran samudera saja harus dikubur oleh penguasa. Sungguh rasa malu yang ajaib, tidak berdasar pada kenyataan karena kalau Menteri Dahlan Iskan mengabulkan permohonan mereka, toh mereka tidak bisa memberikan solusi bagaimana mengatasi pembiayaannya. Pemerintah sudah bersusah payah berakrobat mengatasi agar APBN tidak jebol, eh malah ada kaulanya yang ngotot memperjuangkan aspirasi pribadi/kelompoknya tanpa mengingat apapun.
By the way, seperti sudah kutulis dalam bagian pertama retrospeksi ini, pada tahun 1973 DL mengangkat dan mempromosikan sarjana-sarjana nol (ada juga yang sudah berpengalaman ala kadarnya karena masuk DL tahun 1971) tetapi yang “merisaukan” bagi penulis adalah bahwa mereka (lebih dari 3 orang) mendapat kenikmatan lanjutan berupa penempatan pada kantor perwakilan DL di Hamburg, Tokyo, London menduduki posisi strategis. Saat kembali ke Jakarta sampai pensiun, sudah berhasil mengumpulkan banyak tabungan. Mungkin mereka termasuk yang menginginkan DL beroperasi kembali karena kalau demikian, minimal mereka dapat “menitipkan” anaknya (atau cucunya?) bekerja di DL. Namun sangat kusayangkan, keinginan atau harapan agar DL dihidupkan kembali itu tidak didasari oleh faktor-faktor obyektif. Maka untuk kedua kalinya penulis menyampaikan apresiasi kepada Pak Dahlan Iskan sebagai menteri yang tidak mau bertindak untuk memuaskan rasa nostalgia orang-orang tetapi sebaliknya: mengambil keputusan atas dasar pertimbangan obyektif dan strategis untuk masa depan. Bravo Dahlan Iskan!
Penulis sendiri saat ini masih aktif dalam kegiatan yang disebut sebagai “mencerdaskan kehidupan bangsa”, tepatnya beraktivitas sebagai dosen tidak tetap pada Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran dan dua perguruan tinggi kemaritiman swasta, sejak kampus AIP masih di Gunung Sahari Ancol yang sekarang menjadi pecinan modern dan STIP tergusur ke Marunda dekat rumah si Pitung tetapi mendapat kampus lengkap seluas 50 hektar dengan marina sendiri dan gedung kuliah sebanyak 20 blok yang masing-masing berlantai 4, tiap blok terdiri dari 3 lantai x 4 lokal (tergusur tapi nikmat). Kampus itu juga menjadi ajang pelaut-pelaut meningkatkan status dan ketrampilannya dengan mengambil berbagai jenis kursus (short courses) guna memenuhi kebutuhan pelaut internasional yang terus meningkat.
Kepada rekan-rekan pensiunan DL yang masih eksis saya berharap marilah melanjutkan hidup yang indah ini menurut cara masing-masing, Tuhan YME pasti memberikan ridhoNya, jangan hanya mementingkan diri sendiri dan bergantung pada kemurahan hati petinggi-petinggi yang ditempatkan pada DL, biarlah DL menjadi sejarah, mungkin kelak anak cucu kita dapat menciptakan DL yang lain yang dibangun dari faktor-faktor kondisi yang nyata. Bukan kondisi yang dibangun oleh oknum-oknum DL yang tidak realistis.

RETROSPEKSI, MENUJU LANGKAH MAJU

Dalam blog ini pernah disajikan tulisan tentang peristiwa tabrakan kapal di laut, di mana antara lain disebutkan cara untuk menghindari tabrakan antara kapal satu dengan kapal lainnya di laut menurut aturan undang-undang maritim yang menetapkan bahwa dua kapal yang berlayar berpapasan di luar perairan laut luas (high seas) harus menjaga jarak aman di antara kedua kapal itu dan kalau kedua kapal menghadapi risiko bertabrakan atau risiko singgungan, ditentukan juga bahwa satu kapal boleh berlayar lurus dan kapal lainnya harus “cikar kanan” atau “cikar kiri”.
Kita juga mengetahui bahwa peraturan hukum perundang-undangan sering tertinggal dari praktek yang terjadi di dalam masyarakat umum. Saat ini pelayar boleh mempertanyakan: apakah aturan tentang keharusan kapal mengambil haluan secara drastis cikar kanan atau cikar kiri masih berlaku ataukah sudah waktunya dirubah sesuai dengan perkembangan teknologi konstruksi kapal yang sudah sangat maju?
Anda dapat membrowsing tentang kemajuan teknologi konstruksi kapal laut dari internet dan mengunduh gambar kapal super modern itu, dari mana anda dapat mengetahui bahwa kapal jaman sekarang memang tidak perlu lagi melakukan manuver cikar kanan cikar kiri. Kapal jaman sekarang dilengkapi dengan dua baling-baling independent yang masing-masing dapat diputar ke arah kiri dan yang lainnya diputar ke arah kanan atau sebaliknya. Dengan memutar satu baling-baling ke arah kanan dan baling-baling lainnya diputar kiri (atau ditahan stasioner) maka laju kapal dapat dibelokkan ke arah kanan pada radius yang lebih sempit, jadi tidak perlu lagi cikar kanan.
Kalau baling-baling diputar kanan keduanya pada RPM lebih besar, tentunya laju kapal dapat ditingkatkan secara signifikan. Mengamati kemajuan teknologi perkapalan yang jauh maju seperti itu, mungkin anda berpendapat hukum maritim harus melakukan perubahan atau penyesuaian seperlunya, tetapi mungkin hanya penyesuaian kecil berupa perubahan pasal menjadi “harus cikar kanan atau manuver khusus lainnya serupa itu”. Jangan lupa, kapal yang dilengkapi baling-baling ganda itu adalah kapal produksi mutakhir sementara kapal yang umurnya sudah sepuluh tahun mungkin masih menggunakan baling-baling tunggal.
Jangan lupa juga bahwa instansi pembentuk undang-undang kita, yang namanya Dewan Perwakilan Rakyat, masih belum bangun dari tidur lelap setengah abad lebih sampai tidak tahu bahwa pasal unang-undang hukum pidana atau hukum perdata kita ditulis hampir duaratus tahun yang lalu (sekitar tahun 1847), banyak diantaranya yang belum mengalami sentuhan perubahan sama sekali.
Anehnya, para sarjana hukum yang berpredikat Hakim, Jaksa, Pengacara dan entah apa lagi, tampaknya merasa lebih nyaman menikmati saja ketentuan undang-undang itu ketimbang menyampaikan saran perubahan. Betapa tidak? Dalam amar keputusan pengenaan denda, pak Hakim tidak merasa risi menetapkan keputusan ........ terdakwa harus membayar denda sebesar Rp.7.500.- Ya, tujuh ribu limaratus rupiah yang tidak cukup untuk membayar segelas wedang kopi. Yah bagaimana lagi wong pak Jaksa dan pak Hakim belum lahir saat Bung Karno dan Bung Hatta mencanangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Beliau tidak merasa perlu tahu bahwa pada saat proklamasi kemerdekaan, nilai uang satu dollar Amerika Serikat sama nilainya dengan enampuluhlima sen uang rupiah Indonesia dan Rp.1,- bernilai sama dengan NlF.1.- (Nedelands Florein, uang Belanda), juga sama dengan satu gulden uang Hindia Belanda yang setelah kita perjuangkan bersama, menjadi Republik Indonesia yang kita cintai.
Entah sampai kapan saudara-saudara kita yang terhormat anggot DPR itu berkenan bangun dan menyusun rancangan bagi penetapan undang-undang nasional terutama undang-undang hukum pidana, undang-undang hukum perdata dan undang-undang hukum perniagaan yang 100% nasional Indonesia. Sebagaimana kita ketahui para “founding fathers” kita dahulu, karena sifat nasionalme yang terlalu kental, mengharamkan semua naskah yang berbahasa Belanda. Naskah berupa pasal-pasal undang-undang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia tetapi nilai atau harga tidak diterjemahkan (tidak diganti) dan tetap tertulis entah sampai kapan.
Selasa, 08 Mei 2012

Djakarta Lloyd Riwayatmu Kini

DJAKARTA LLOYD, RIWAYATMU KINI

Beberapa hari yang lalu, saat sedang bekerja di depan komputer, terdengar di televisi berita yang menyebutkan Menteri BUMN Dahlan Iskan telah mengambil keputusan tidak menghidupkan kembali PT. Djakarta Lloyd (DL, Persero) yang sementara itu telah diambil sebagai anak angkat oleh perusahaan lain (lihat artikel lain dalam blog ini).
Pengambilan sebagai anak angkat oleh perusahaan pelayaran terbesar di dunia, Maersk Line itupun saya kira/yakin tinggal menghitung hari saja sebab DL sebagai anak angkat Maersk Line itu kan selama DL masih bernyawa karena pemerintah masih mengucurkan biaya hidup ala kadarnya tetapi kalau keputusan Menteri BUMN sudah berlaku efektif, DL sudah almarhum, ya ibu angkat dapat mencari anak lain untuk dijadikan anak yang setia mengurus tetek bengek si induk angkat. Paling orang-orang yang masih setia menjadi pegawai atau pensiunan DL yang entah sudah berapa bulan (tahun?) tidak menerima bayaran, berbunga-bunga menanti pesangon dari pak Dahlan. Mengenai ini blogger yakin penuh karena mengenal karakter pak Dahlan, beliau tidak akan menelantarkan pegawai dan pensiunan DL.
Blogger sendiri sudah mengambil pensiun tunai pada tahun 1973 setelah tigabelas tahun mengabdi kepada DL yang suatu saat pernah didorong untuk menjadi “flag carrier” Indonesia. Sebelumnya, pada tahun 1972 penulis berbunga-bunga mendengar desas desus santar bahwa Direktur Utama DL Capt. M.J.P. Hahijary akan mengangkat sarjana-sarjana. Penulis sendiri sudah mengantongi ijazah S1 akhir tahun 1965, wajar dong kalau hati berbunga-bunga mendengar isu itu. Ternyata yang diangkat, semuanya adalah sarjana nol, yaitu waktu masuk DL berbekal pengalaman nol tahun dalam shipping dan setelah menduduki jabatan terpilih, segera “digusur” ke Hamburg, Tokyo dan entah ke mana lagi. Mereka ini kini menjadi pensiunan yang “binen”, wajar kalau berharap DL dihidupkan kembali karena kalau DL dapat beroperasi lagi mereka akan dapat memperoleh manfaat minimal menitipkan anak atau cucunya bekerja di situ. Penulis sendiri yang dalam dasawarsa 1960-an merupakan pengurus inti PKDL (Persatuan Karyawan DL) tidak kurang-kurang ikut memperjuangkan agar M.J.P. Hahijary (alm) dipromosikan menjadi Direktur Utama DL namun ujung-ujungnya tidak termasuk sarjana terpilih. Memang lihai: Menteri toh tidak tahu, sarjana bagaimana yang mendapat promosi/pengangkatan, toh memang sarjana. Memang laporan membuktikan telah ada pengangkatan sarjana-sarjana.
Sebagaimana telah dua kali kutulis dalam blog ini, tak usahlah DL dihidupkan kembali, toh berapapun dana APBN dikucurkan ke DL tidak akan cukup untuk membeli sekedar satu unit kapal sebesar ribuan TEU padahal di sisi lain, Maersk Line (mungkin saat ini sudah) mengoperasikan kapal berkapasitas 18.000 TEU (daya angkut itu setara dengan DWT 350.000 ton). Berapa harganya? Asal tahu saja Maersk Line sejak beberapa tahun yang lalu juga sudah mengoperasikan delapan unit kapal yang masing-masing berdaya angkut 15.300 TEU, semua kapal milik sendiri. Maka penulis hanya bisa berharap semoga para pemimpin negara, di luar Dahlan Iskan sadar, kita sudah terpuruk dalam masalah ini, relakan saja. Biarlah anak cucu kita nanti yang melanjutkan kembali kejayaan nenek moyangku orang pelaut, kalau Indonesia sudah normal dan tidak amburadul seperti sekarang.






JUAL BUKU ONLINE
MASALAH TRANSPORTASI LAUT


Kurang lebih dua tahun yang lalu saya menyerahkan enam judul buku karangan saya kepada Ketua Sekolah Yinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Capt. Yan Risuandi dengan permohonan sudilah kiranya bapak Ketua STIP membeli hak cipta buku-buku tersebut dan diterbitkan oleh STIP untuk disedarkan kepada sekolah-sekolah yang sejenis di Indonesia. Semua buku karangan saya mengambil pembahasan tentang “shipping business” termasuk Asuransi Maritim. Kalau bapak Ketua bersedia mengabulkan permohonan tersebut, tentunya saya akan menerima uang yang cukup lumayan nominalnya dan STIP juga dapat terangkat kredibiltasnya sebagai perguruan tinggi yang memberi kesempatan tenaga pendidiknya meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Permohonan tersebut tidak ditolak atau disetujui tetapi buku-buku ditutunkan kepada Ketua Jurusan Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga dan Kepelabuhanan dengan pesan supaya direvisi seperlunya untuk nantinya dipertimbangkan lebih lanjut. Ketua Jurusan, setelah membaca buku-buku lalu memanggil saya untuk menginformasikan amanat bapak Ketua.
Segera saya mengambil langkah melakukan revisi dan dalam waktu satu tahun tiga judul buku selesai sdaya revisi (mungkin “baru” mencapai 90% lebih dan kuyakin penyelesaian penuh dapat dikerjakan sambil jalan, sambil menunggu audiensi kepada bapak Ketua. Ketiga judul buku tersebut adalah 1. Pokok-pokok Pelayaran Niaga, 2. Sewa-menyewa Kapal dan 3. Sistem Angkutan Peti Kemas yang kuanggap lebih penting diterbitkan terlebih dahulu. Saya juga, dengan membawa contoh print out ketiga buku tersebut, berkunjung ke kantor kelompok penerbit Gramedia tetapi harus kecewa bahwa omset penjualan buku tidak dapat mencapai total 3.000 eksemplar dalam waktu satu tahun, yang merupakan persyaratan utama bagi penerbitan murnia (pengarang hanya menyerahkan naskah buku dan penerbit menangani semuanya). Sebagai alternatif, buku dapat diterbitkan melalui opsi kerja sama yaitu pengarang menyerahkan biaya penerbitan sebanyak 50% dan akan diberi buku separo untuk dijual sendiri sementara sisanya dijual oleh kelompok toko buku Gramedia. Pengarang akan mendapat royalti dari buku yang dijual oleh kelompok toko buku Gramedia.
Waduh, saya tidak punya uang puluhan juta rupiah untuk memenuhi opsi itu, lalu aku sampaikan masalah itu kepada famili yang diyakini mempunyai tabungan cukup banyak untuk dapat menyetorkan modal cukup tetapi belakangan, setelah dihitung-hitung dia menyatakan tidak dapat membantu. Suatu saat saya membaca iklan seminar gratis membuka bisnis online, diselenggarakan di gedung mewah, langsung saja saya mengikuti seminar itu sambil merasa yakin itu hanya pancingan saja untuk suatu acara berbayar. Tidak salah, sebelum seminar selesai ada pemberitahuan bahwa seminar akan dilanjutkan dengan lokakarya dua hari dengan biaya Rp.3.300.000.- sampai mahir (kalau belum mudeng boleh ikut lagi tanpa bayar sampai mahir). Kalau bayar DP Rp.300.000.- hari itu, biayanya turun menjadi Rp.2.600.000.- dan kalau bayar tunai hari itu cukup bayar Rp.2.300.000.-. Biaya itu sudah termasuk pendaftaran website pada Wordpress sebesar Rp.350.000.-, CD seharga Rp.200.000.- dan membuat blog khusus (tidak disebutkan berapa biayanya).
Pas saldo saya masih penuh, tanpa pikir panjang lagi kucabut kartu ATM saya dan digesek senilai Rp.2.300.000.- lalu besoknya mengikuti lokakarya. Besoknya kuajak anakku ikut, untuk mendampingi kalau-kalau aku tidak mudeng, maklum sudah uzur. Ada lanjutannya.